Humor itu seperti embun. Selalu menyegarkan dan mencairkan suasana panas,” ungkap seorang teman. Melalui humor kemarahan seseorang bisa begitu cepat berbalik menjadi kegembiraan. Ketegangan yang memanas dapat berobah cepat menjadi penuh gelak tawa.
Humor di negara otoriter seperti Uni Soviet, di masa lalu, sering menjadi pilihan cerdas untuk mengurangi ketegangan dan ketertekanan. Tindakan represif pemerintahan disikapi berbagai humor segar yang kadang berisi kritik-kritik bergaya satire ataupun sindiran.
Harus diakui tak selamanya humor bisa diungkap terbuka di Negara yang sedang diperintah bergaya otoriter. Tetapi sulit dibantah bahwa humor selalu menyelinap dalam situasi apapun. Praktis, seperti aliran air yang mencari celah, selalu ada ruang melahirkan berbagai humor dengan tujuan yang kadang serius maupun sekedar sebatas menghibur diri.
Karena sifat seperti air itulah dan fakta bahwa humor menjadi bagian dari karakter dan watak manusia, banyak kalangan yang berpikir jernih melihat humor sebagai salah satu cara mencairkan ketegangan yang belakangan ini marak di media sosial, di negeri ini. Apalagi fakta memperlihatkan selalu ada arus melawan ketegangan di tengah masyarakat dalam bentuk humor, kegembiraan.
Saat Ketua Dewan Pembina Partai Amanah Nasional (PAN) melontarkan pernyataan tentang Partai Allah dan Partai setan misalnya, muncul respon berupa meme-meme lucu serta komentar menggelitik. “Di tangan Amien Rais, Allah jadi punya partai begitu pula setan. Dan berkat Amien pula Allah dan setan berkompetisi di dalam Pemilu bikinan manusia,” ujar sejarawan muda Bonnie Triyana.
Sudah pasti karena merupakan respon ledekan meme-meme lucu itu sebatas memplesetkan komentar Pak Amien Rais. Mana ada Allah memiliki partai; demikian pula setan. Yang bersangkutan mengungkapkan melalui meme-meme lucu merasa lebih nyaman dalam merespon komentar Pak Amien yang bernuansa panas. Yang diharapkan disamping sebagai sindiran sekaligus menurunkan tensi panas.
Apakah lontaran-lontaran pernyataan lucu itu serius? Dari proses lahirnya sudah jelas sangat serius. Sebab membuat humor tidak kalah sulit ketimbang pernyataan serius. Apalagi jika diniatkan merespon dan menyindir dengan tujuan sangat jelas; terarah. Dibutuhkan kepandaian, kecerdasan dan terutama selera humor berkelas.
Contoh menarik lainnya respon tentang kaos ganti presiden di tahun 2019. Tag sangat serius ini ternyata juga mendapat respon meme-meme lucu. Belakangan beredar pula dan tak kalah semarak tag plesetan: tahun 2019 ganti istri, ganti rumah dan ganti-ganti lainnya. Sebuah foto wanita cantik berkaos bertulisan siap jika tahun 2019 ingin ganti istri juga beredar luas.
Apakah berbagai lucu-lucuan itu serius? Dari segi teks mungkin sulit menyebut serius. Mana ada mengganti istri bisa seenaknya. Ganti mobil saja sulit karena perlu uang apalagi ganti istri. Mana ada perempuan berkata bersedia jika ada seorang suami ingin mengganti istri.
Namun jika mengkaji konteksnya sangat jelas berbagai meme-meme lucu itu diniatkan serius untuk menghadapi peredaran kaos politik tentang ganti presiden. Lagi-lagi di sini lebih merupakan respon cerdas untuk membuat nuansa panas politik berubah menjadi soal santai.
Di tengah suasana panas yang beredar di medsos dalam bentuk ujaran kebencian, termasuk juga berbagai lontaran bernada panas seperti pernyataan Pak Amien Rais, reaksi-reaksi dalam bentuk humor bisa menjadi pilihan cerdas agar suasana kembali mencair. Dan masyarakat negeri ini agaknya menyadari bahwa humor-humor cerdas itu lebih efektif menghadapi berbagai konten politik bernuansa panas.
Ini agak mirip dengan respon masyarakat di tengah pemerintahan otoriter. Bedanya, respon masyarakat negeri ini lebih mengarah pada segelitir elite yang kadang tanpa pikir panjang melontarkan berbagai pernyataan bernuansa panas. Mereka agaknya tak tertarik merespon konten panas dengan yang sejenis dan lebih memilih mencairkan suasana melalui humor dan meme-meme lucu.
Mungkin menarik mencermati gaya Gus Dur dalam menanggapi soal serius. Ketika marak politik uang, misalnya, Gur Dur menyindir bernada canda. “Saya itu menjadi Presiden dengan modal dengkul. Itupun dengkul Amien Rais,” katanya.
Respon kocak yang belakangan makin marak itu semoga saja menyadarkan para elite politik yang hobi melontarkan pernyataan panas untuk kembali ke jalan yang benar. Bahwa masyarakat jemu dan tidak suka berbagai ketegangan, atmosfir panas apalagi yang memperkeruh suasana hingga berpotensi merusak kedamaian negeri ini.