TRENGGALEK, koranmadura.com – Seorang seniman kesenian jaranan melakukan tindak pencabulan pada sejumlah anak binaannya. Modusnya pun tak jauh-jauh dari jaranan.
Salah satu ritual yang identik dengan kesenian berbau mistis ini adalah pulung. Pulung merupakan ilmu yang diturunkan seorang guru atau pelatih jaranan kepada murid binaannya agar bisa kesurupan saat bermain jaranan. Kesurupan merupakan komponen penting dalam kesenian berbau mistis ini.
Pengakuan pelaku HM (41) kepada polisi, pulung harus dimasukkan ke tubuh korban. Dan pada saat ritual ini berlangsung, pelaku memanfaatkannya untuk melakukan pencabulan.
Ketika ‘ritual’ dimulai, tersangka mengajak korban untuk masuk ke dalam kamar. Selanjutnya tersangka melucuti seluruh pakaian korban dan menutupi bagian wajahnya dengan kain. Pelaku kemudian meraba bagian-bagian sensitif korban.
“Saat itulah terjadi kekerasan seksual dan terjadi persetubuhan,” ujar Kapolres Trenggalek AKBP Didit Bambang Wibowo.
Kondisi ini diduga didukung oleh pelaku yang ditinggal sang istri bekerja di Malaysia sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW).
“Karena dia berjauhan dengan istri, kemudian dia sering berkumpul dengan anak anak yang di antaranya adalah perempuan, sehingga kesempatan yang ada akhirnya dimanfaatkan pelaku,” papar Didit.
Total ada 9 anak yang jatuh menjadi korban pencabulan HM di rumahnya di Desa Sukorame, Kecamatan Gandusari, Trenggalek. Usianya berkisar antara 9-15 tahun. Ironisnya, anak-anak ini disebut telah mengalami trauma berat.
Kini HM harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di Mapolres Trenggalek. Pria yang sehari-hari bekerja di penggilingan padi itu dijerat dengan Undang-undang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Saya minta maaf kepada keluarga saya dan anak saya. Jangan sampai seperti ayah yang tidak benar ini,” tutur HM, menyesali perbuatannya.
(Detik.com/MK/VEM)