JAKARTA, koranmadura.com – Atas dugaan pelanggaran kode etik, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) melaporkan Ketua Bawaslu Abhan dan anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin ke Dewan Kehormatan Pengawas Pemilu (DKPP).
“Kami terpaksa menempuh jalur ini, kami hari ini resmi melaporkan dua orang pimpinan Bawaslu yaitu saudara Abhan dan saudara Mochammad Afifudin ke DKPP atas dugaan pelanggaran etik,” ujar Ketua DPP PSI Tsamara Amany Alatas, di kantor DKPP, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu, 23 Mei 2018.
Tsamara mengatakan, terdapat beberapa alasan PSI melaporkan Bawaslu ke DKPP. Hal pertama menurutnya Bawaslu melampaui batas dengan meminta kepolisian untuk segera menetapkan Sekjen PSI Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna sebagai tersangka.
“Pertama adalah kami melihat keduanya telah melampaui batas kewenangan, mereka Bawaslu offside ketika dalam rilisnya Bawaslu menyatakan agar kepolisian dalam 14 hari segera menetapkan tersangka dalam hal ini adalah Sekjen PSI saudara Raja Juli Antoni dan Wasekjen PSI Chandra Wiguna. Artinya Bawaslu telah mengambil kesimpulan hukum sebelum proses hukum itu dimulai oleh kepolisian,” kata Tsamara.
Dia mengatakan, Bawaslu baru menjelaskan definisi citra diri setelah iklan PSI dibuat. Serta Bawaslu dianggap tidak konsisten dalam memberikan sanksi. Tsamara mengatakan sebelumnya Bawaslu menyatakan akan memberi sanksi administrasi namun Bawaslu melanjutkan proses hukum dengan melaporkan kasus tersebut ke kepolisian.
“Bawaslu menghukum kami dengan frasa citra diri yang Bawaslu sendiri tentukan ketika iklan atau pengumuman polling PSI ini baru saja berlangsung. Jadi ketika berlangsung pengumuman polling ini baru kemudian Bawaslu menafsirkan apa itu citra diri. Terakhir Bawaslu ini juga inkonsisten Bawaslu mengatakan bahwa kategori citra diri itu cukup diberi sanksi peringatan tapi kemudian Bawaslu meneruskan laporan ini dengan dasar citra diri ke Bareskrim dan segera meminta agar kedua orang tokoh PSI dijadikan tersangka” papar Tsamara.
Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara PSI Komaruddin mengatakan dua orang yang dilaporkan inilah yang diduga telah melakukan pelanggaran kode etik. Menurutnya, banyak partai lain yang melakukan iklan serupa namun Bawaslu tidak memberikan sanksi.
“Kami melihat kebijakan ini yang berkembang di media masa dua orang ini, yang patut kita duga telah melakukan pelanggaran kode etik yang telah disusun dengan peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017. Memang misalnya Pak Afifuddin yang melaporkan PSI, ini temuan komisioner Bawaslu kenapa banyak partai lain melakukan hal yang sama tetapi kemudian anggota Bawaslu tidak melakukan temuan ini,” kata Komaruddin.
Sebelumnya, Bawaslu meneruskan pelanggaran pidana pemilu PSI ke Bareskrim karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal. Adapun kampanye itu berupa iklan yang dimuat di koran Jawa Pos edisi 23 April 2018. Dalam koran itu, PSI memuat tulisan ‘Alternatif Cawapres dan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo’.
Dalam iklan ini, ditampilkan pula foto Jokowi, lambang PSI, nomor urut peserta pemilu PSI, serta nama dan foto calon cawapres dan calon menteri periode 2019-2024. Toni dan Chandra dijerat Pasal 492 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan sanksi hukuman penjara maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp 12 juta. (DETIK.com/ROS/VEM)