SAMPANG, koranmadura.com – Pegiat Jaringan kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Korda Sampang dalam audiensi yang digelar di kantor DPRD Sampang, Madura, Jawa Timur, Selasa, 22 Mei 2018 menuding adanya markup anggaran pada program Jaminan Persalinan (Jampersal) setempat.
Selain itu, Jaka Jatim Korda Sampang juga mencium dugaan praktik-praktik pungutan seperti penarikan uang sebesar Rp 1,5 juta ditambah biaya ambulan sebesar Rp 600 yang ditambahkan dengan uang jaminan sebesar Rp 6 juta, meskipun sejatinya program Jampersal gratis.
“Bukan hanya masih dipungut biaya, kami juga menemukan data-data ganda yang diduga untuk me markup penyerapan anggaran Jampersal yang dianggarkan hingga miliaran rupiah,” tutur Sidik, Ketua Jaka Jatim Korda Sampang saat menggelar audiensi di ruang komisi besar DPRD setempat.
Baca: Jaka Jatim Endus Dugaan Praktik Korupsi Dibalik Program Jampersal
Namun hal itu dibantah Sekretaris Dinkes Sampang, Asrul Sani. Menurutnya, setiap pasien pengguna Jampersal sudah berdasarkan mekanisme yaitu dirujuk dari bidan desa melalui Puskesmas hingga ke RSUD. Sedangkan adanya dugaan data ganda, menurutnya karena pasien dimungkinkan menggunakan sejumlah pelayanan kesehatan di waktu yang sama.
“Kita belum melihat secara pasti seperti angkanya. Karena bisa saja pasien saat datang RSUD, pasien masuk ke UGD, setelah itu masuk ke ruang operasi bahkan masuk ke ruang ICU dengan perkiraan selama enam hari. Jadi itu klaimnya masuk jadi satu di sejumlah poli atau pelayanan kesehatan yang digunakan,” terangnya.
Dilanjutkan Asrul, pihaknya menyangkal tudingan Jampersal hanya berbasis penyerapan anggaran. Menurutnya, penggunaan anggaran miliaran rupiah untuk program Jampersal diakuinya berdasarkan Petunjuk Teknis (Juknis) yang ada.
“Misal pada 2016 lalu, juknisnya hanya untuk sewa Rumah Tunggu Kesehatan (RTK), makan minum pasien, petugas pendamping dan operasional itu hanya terserap Rp 237 juta atau sebesar 11 persen anggaran dari 2 miliar. Jadi kami tidak berorientasi hanya menghabiskan anggaran,” tegasnya,
Akan tetapi, lanjutnya, pada tahun berikutnya setelah Juknisnya dirubah dari pusat dengan membolehkan penggunaan anggaran untuk klaim biaya persalinan, serapan anggaran justru lebih efektif yakni mampu mengcover mayarakat tidak mampu dengan anggaran Jampersal.
“Sehingga 2017 lalu, serapan aggaran Jampersal naik menjadi 98 persen. Kami rasa masyarakat senang karena sebagian bisa ditanggung BPJS dan sebagian bisa ditanggung Jampersal,” pungkasnya.
Sementara Ketua Komisi IV DPRD Sampang, Amin Arif Tirtana, sempat medapat laporan mengenai penggunaan jampersal yang juga di pungut biaya, namun setelah pihaknya merekomendasikan kepada pasien dengan menjaminkan dirinya, pihak pemungut biaya tidak lagi melakukan pungutan.
“Kami juga pernah mengalami hal yang sama, tapi setelah saya suruh jangan bayar dengan jaminan nama saya, kemudian si pasien tidak lagi menghubungi saya, entah apa memang sudah tidak dipungut biaya apa masih tetap dipungut biaya, namun si pasien malu untuk menghubungi saya,” tuturnya.
Dari beberan Jaka Jatim, pihaknya mengaku sangat berterimakasih karena bisa memprotek penggunaan anggaran yang notabene anggaran di Dinas Kesehatan kebanyakan dari Pemerintah Pusat. Bahkan pihaknya meminta Jaka Jatim dan Dinkes untuk bersinergi untuk menyukseskan program Jampersal yang kebanyakan masyarakat Sampang belum mengetahuinya.
“Kami juga banyak berterimakasih kepada teman-teman LSM, dengan adanya sejumlah persolan, diharapkan Dinas Kesehatan membenahinya dan dijadikan bahan evaluasi,” tuturnya. (MUHLIS/ROS/DIK)