SUMENEP, koranmadura.com – Nenek Sami’ani tidak tahu berapa umurnya sekarang. Perempuan renta itu lupa tahun berapa ia dilahirkan. Kini ia hidup hanya seorang diri di Desa Langsar, Kecamatan Saronggi.
Sami’ani sudah belasan tahun hidup sendiri di rumahnya yang berukuran 4×5 meter. Sekira 15 tahun silam, ia ditinggal meninggal suaminya. Tak ada keturunan yang bisa diminta ini-itu di usia senjanya.
Ia sebenarnya masih punya saudara. Keponakan juga ada. Hanya saja, ia tak tinggal satu atap bersama handai taulannya itu. Nenek Sami’ani lebih memilih hidup sendiri.
Untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya, ia hanya berharap ada kiriman makanan dari keponaannya, Hawariyah. Terkadang, ia juga mendapat kiriman makanan dari tetangga dekatnya.
Meski di dalam rumahnya terlihat ada tungku, namun ia sudah lama tak memasak makanan sendiri. Tangan kanan Nenek Sami’ani sudah tak bisa diandalkan. Tangannya itu tak bisa digerakkan akibat penyakit stroke yang diderita sejak sekitar tujuh tahun silam.
Saat media ini berkunjung ke rumahnya yang sebagian besar terbuat dari anyaman bambu, Nenek Sami’ani terlihat lemas. Menurut Hawariyah, yang kebetulan sedang ada di sana, kondisi kesehatannya sedang kurang baik.
Keponaannya itu menuturkan, selain struk Nenek Sami’ani juga memiliki riwayat darah tinggi. “Kemarin saat diperiksa, darahnya 150,” tuturnya, sambil memperhatikan saudara ayahnya itu yang sedang berbaring.
Mengenai bantuan dari pemerintah, menurut Hawariyah selama ini Nenek Sami’ani hanya mendapat bantuan beras sejahtera (Rastra). Sementara untuk bantuan sosial lainya, seperti KIS, RTLH (rumah tak layak huni, ia tak dapat.
“Kalau bantuan dari pemerintah hanya dapat Raskin (Rastra) itu. Kalau bantuan lainnya seperti pengobatan gratis itu, tidak pernah,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/MK/VEM)