JAKARTA, koranmadura.com – Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Usman Tonda menilai, selama ini pemerintah daerah kurang memberi perhatian serius terhadap urusan guru.
Hal itu nampak ketika di banyak daerah dana alokasi umum (DAU) untuk guru digunakan untuk dana pendidikan secara umum. “Alokasi dana 20 persen untuk pendidikan itu kan harusnya diambil dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Tapi malah diambil dari dana alokasi umum (DAU) untuk guru,” katanya, Rabu, 30 Mei 2018.
Selain itu, lanjut Usman, akibat lemahnya koordinasi membuat kebijakan pendidikan tidak sampai ke tingkat lokal. Ini berdampak tak hanya pada guru, tetapi juga terhadap kualitas pendidikan di daerah.
“Belum lagi kalau sedang pemilihan kepala daerah (pilkada), guru ‘diseret’ ke sana ke mari. Jika tidak memihak, guru dimusuhi,” paparnya.
Karena itu, menurut dia, rencana penarikan pengelolaan guru ke pusat dinilai bisa menjadi solusi. Dengan ditangani pusat, dia merasa persoalan guru bisa lebih baik.
“Rencana penarikan kewenangan pengelolaan guru ke pusat ini sebenarnya sudah dilontarkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tapi baru jenjang sekolah menengah atas (SMA) yang berhasil. Tapi itupun baru ditarik ke provinsi,” tandasnya. (REPUBLIKA.co.id/ROS/DIK)