JAKARTA, koranmadura.com – Sebelum Pemilahan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2018 digelar, beberapa calon gubernur yang bertarung untuk berebut suara rakyat berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupasi. Bagaimana perolehan suara para cagub di Pilkada kali setelah ditahan KPK?
Cagub pertama adalah cagub Lampung Mustafa. Dia maju di pilgub Lampung berpasangan dengan Ahmad Jajuli. Berdasarkan hasil quick count dari sejumlah lembaga survei ternyata menempatkan paslon ini di posisi paling buncit. Suaranya kalah bersaing dibanding 3 calon lainnya.
Quick count versi Charta Politika hingga pukul 15.38 WIB, Rabu, 27 Juni 2018 dengan suara yang terkumpul 88%:
Muhammad Ridho Ficardo – Bachtiar Basri 24,28%
Herman Hasanusi – Sutono 28,93%
Arinal Djunaidi – Chusnunia Chalim 35,54%
Mustafa – Ahmad Jajuli 11,24%
Kemudian, versi SMRC hingga pukul 17.14 WIB dengan data yang masuk 96,25%. Meski data belum 100%, tapi selisih keunggulan Arinal-Chusnunia sudah tidak mungkin dikejar lagi. Berikut datanya:
Muhammad Ridho Ficardo – Bachtiar Basri 24,94%
Herman Hasanusi – Sutono 25,39%
Arinal Djunaidi – Chusnunia Chalim 38,34%
Mustafa – Ahmad Jajuli 11,33%
Mustafa kini sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Dia didakwa memberikan suap Rp 9,6 miliar kepada anggota DPRD. Uang suap itu agar anggota DPRD Lampung Tengah menyetujui rencana pinjaman daerah Rp 300 miliar kepada PT Sarana Multi Infrastruktur.
Kedua, ada cagub Sulawesi Tenggara, Asrun. Dia berpasangan dengan Hugua untuk berebut suara rakyat Sultra.
Dalam quick count yang dirilis The Haluoleo Institute (THI) pasangan Ali Mazi – Lukman Abunawas (Aman) unggul sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan perolehan 42,52 persen. Kemudian disusul oleh pasangan Rusda Mahmud-Sjafei Kahar dengan perolehan 32,46 persen. Sementara Asrun-Hugua berada di posisi terakhir dengan perolehan 25,15 persen.
Asrun terjerat operasi tangkap tangan (OTT) bersama anaknya, Adriatma Dwi Putra. Asrun merupakan Wali Kota Kendari dua periode, 2007-2017, yang kemudian digantikan putranya, Adriatma.
KPK menduga Asrun memerintahkan Adriatma menerima suap dari pengusaha di wilayahnya. Duit suap itu kemudian diduga dipakai Asrun untuk kepentingan kampanye maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara tahun ini.
Adriatma diduga meminta bantuan dana kampanye kepada Dirut PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. PT SBN, disebut KPK, merupakan rekanan kontraktor jalan dan bangunan di Kendari sejak 2012. Pada Januari 2018, PT SBN juga memenangi lelang proyek jalan Bungkutoko-Kendari New Port senilai Rp 60 miliar. Hasmun lalu disebut memenuhi permintaan itu dengan menyediakan uang total Rp 2,8 miliar. (DETIK.com/SOE/DIK)