KUALA LUMPUR, koranmadura.com – Dari seorang Perdana Menteri (PM) Malaysia yang sangat berpengaruh, Najib Razak, kini menjadi tersangka kunci dalam skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad (1MDB). Jatuhnya Najib dari kursi kekuasaannya hingga ke titik terendah terjadi hanya dalam jangka waktu dua bulan terakhir.
Seperti dilansir AFP, Selasa 3 Juli 2018, posisi Najib semakin terdesak sejak dia kalah mengejutkan dalam pemilu 9 Mei. Pemerintahan baru Malaysia yang dipimpin mantan mentornya, Mahathir Mohamad, membuka kembali penyelidikan skandal korupsi 1MDB yang menyeret Najib.
Sosok Najib (64) yang merupakan putra dari salah satu bapak bangsa Malaysia, Abdul Razak Hussein, telah dipersiapkan sejak muda untuk menduduki jabatan PM Malaysia. Ayah Najib merupakan PM ke-2 Malaysia, yang menjabat tahun 1970-1976 silam.
Ketika berhasil menempati kursi PM Malaysia tahun 2009, Najib awalnya menunjukkan dirinya sebagai seorang reformis.
Najib membuat perubahan terbatas seperti mengganti undang-undang keamanan yang dikritik banyak pihak sebagai mengekang perbedaan pendapat. Dia sempat menawarkan secercah harapan dalam mengakhiri taktik represif oleh koalisi tak terkalahkan, Barisan Nasional, yang telah berkuasa selama enam dekade di Malaysia. Barisan Nasional dipimpin Partai United Malays National Organization (UMNO).
Namun Najib yang mengenyam pendidikan tinggi di Inggris ini dipandang banyak pihak sebagai elitis yang tidak ramah. Dia juga dianggap memiliki sedikit pemahaman soal rakyat awam Malaysia. Pandangan semacam ini muncul dari kebijakan-kebijakan tidak populer seperti pajak penjualan yang menyusahkan rakyat miskin.
Sementara itu, istri Najib, Rosmah Mansor, kerap dikritik banyak pihak karena sikapnya yang sombong dan mencuatnya skandal gaya rambut. Rosmah pernah mengeluhkan biaya penata rambut untuknya yang hanya dipatok 1.200 Ringgit (Rp 4,2 juta). Padahal diketahui upah minimum di Malaysia saat itu hanya mencapai 900 Ringgit (Rp 3,1 juta).
‘Uang adalah Raja’
Mahathir yang kini menjabat PM Malaysia pernah mengungkapkan bahwa Najib memberitahunya dalam percakapan privat tahun 2015, soal ‘uang tunai adalah raja’ dalam menjaga dukungan politik di Malaysia. Kata-kata Najib itu digunakan rival-rival politiknya saat menudingkan tuduhan korupsi dan kecongkakan.
Uang dan kekuasaan tampaknya berfungsi sebagai ‘tembok penahan’ bagi Najib dalam menghadapi skandal, termasuk tuduhan korupsi dalam pembelian kapal selam Prancis tahun 2002 saat dia masih menjabat Menteri Pertahanan Malaysia. Pembelian itu dirundingkan oleh rekan dekat Najib.
Skandal kapal selam itu semakin membesar dengan mencuatnya kasus pembunuhan seorang model cantik asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, yang berperan sebagai penerjemah dalam pembelian kapal selam itu. Altantuya ditembak mati dan jenazahnya diledakkan dengan peledak level militer.
Dua mantan polisi yang saat itu bertugas mengawal Najib dinyatakan bersalah atas pembunuhan Altantuya dan divonis mati. Sempat muncul kecurigaan bahwa Najib dan Rosmah terlibat dalam kasus itu, namun tidak pernah ada tindakan konkret dari penegak hukum. Bahkan pada satu momen, Najib dipaksa menyangkal punya hubungan asmara dengan Altantuya yang saat itu berusia 28 tahun. (DETIK.com/SOE/DIK)