Tommy Soeharto, salah satu anak mantan Presiden Soeharto memang sangat luar biasa berani. Ia berani berkomentar untuk sesuatu yang sangat kontradiktif. Bahkan komentar kontradiktif dengan apa yang dilakukannya sendiri. Ia benar-benar memiliki keberanian luar biasa menyampaikan hal kontradiksi yang dilakukan dirinya.
Simak pernyataannya. “Reformasi janjikan KKN hilang tapi nyatanya makin parah. Utang luar negeri semakin besar. Investasi asingpun semakin dimanja,” kata Tommy. Kelihatan sekali kan betapa beraninya Tommy.
Jika pernyataan itu dilontarkan orang lain, katakanlah yang belum pernah mengenyam kehidupan di masa Orde Baru, mungkin bisa dimaklumi. Tetapi pernyataan itu dilontarkan seorang Tommy, salah satu anak Soeharto yang bergelimang KKN. Jadi sangat jelas super kontradiksinya. Tommy seperti mengalami penyakit lupa tentang sepak terjang dirinya. Kebijakan Badan Penyanggah dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), Mobil Timor, perusahaan Humpus dan entah berapa lagi.
Itu baru Tommy. Belum lagi perusahaan Bambang Triatmodjo, abang Tommy dengan Group Bimantara dan Global Mediacom, yang membawahi puluhan perusahaan. Perusahaan Tutut, kakak Tommy tak kalah mengejutkan dengan PT Cipta Lamtoro Gung Persada. Jaringan tol pun dikuasainya. Sigit dengan Group Arseto. Anak-anak serta sebagian cucu Soeharto terjun ke dunia bisnis memanfaatkan jaringan kekuasaan Soeharto
Itu juga baru keluarga inti Soeharto. Belum lagi lingkaran keluarga lainnya seperti Sudwikatmono, Probosutejo dan link-link lain yang semua berbisnis dengan cara-cara yang jauh dari kelaziman. Direktur Indef Didiek J. Rachbini pernah menyampaikan pernyataan menghebohkan ketika membongkar skandal pemberian subsidi kepada Bogasari sebesar Rp 723 milyar pertahun. Bayangkan, perusahaan swasta bisa dapat subsidi di masa Orde Baru. Sebuah gambaran betapa dasyatnya KKN di masa Orde Baru.
Andre Rosiade, Anggota Badan Komunikasi DPP Gerindra, partai yang dipimpin mantan menantu Soehato yaitu Prabowo Subianto, rupanya masih memiliki memori sehat. Mantan aktivis tahun 1998 itu secara tegas mengatakan bahwa KKN di zaman Orba sangat luar biasa. “Dulu penegak hukum lemah terhadap kekuasaan, tapi sekarang KPK berani melakukan penegakan hukum meski berhadapan dengan penguasa,” katanya. Sebuah pernyataan obyektif yang perlu diapresiasi.
Praktek-praktek KKN di masa Orde Baru itu memiliki jaringan luar biasa. Yang lebih luar biasa lagi jaringan itu melingkar-lingkar di lingkungan keluarga Cendana ditambah pendukung-pendukung kekuasaan yang memanfaatkan kedekatan dengan Soeharto. Bisnis, hukum dan politik bahkan budaya benar-benar terkungkung KKN sangat kasat mata. Hampir tak ada sudut-sudut menguntungkan dan berperan penting melanggengkan kekuasaan yang lepas dari praktek KKN Rezim Soeharto.
Bagaimana dengan asing yang disebut Tommy dimanjakan di era sekarang? Tak usah bicara tentang pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang sekarang ini 85 persen dikuasai asing, yang bila ditelusuri akarnya sebagian besar terkait rezim Orde Baru. Soal Freeport saja, yang belakangan jadi perbincangan merupakan contoh kongkret kongkalikong rezim Orde Baru dengan asing. Bahkan banyak pengelolaan SDA di negeri ini secara sistematis mendapat perlindungan normatif perundang-undangan, yang kongkalikong dengan asing.
Freeport yang tersandera asing dengan perangkat perundang-undangan adalah contoh riil praktek sistematis, terstruktur dan masif dari KKN rezim Orde Baru. Akan mudah menelusuri praktek-praktek sejenis dalam pengelolaan SDA yang mendapat legitimasi perundang-undangan hasil kongkalikong rezim Orde Baru dengan pengusaha asing.
Kolusi, korupsi dan nepotisme sekarang ini bukan tak ada. Masih banyak. Yang membedakan proses hukum terlepas ada kekurangan masih tetap berjalan. Dan yang paling penting, KKN sekarang ini tidak melingkar dalam cengkraman keluarga Cendana. Menyebar ke berbagai kalangan. Nah, karena menyebar dan ada penegakan hukum memang menjadi terkesan seakan lebih banyak dari masa Orde Baru. Lha, di Orde Baru pemegang kekuasaan biangkerok KKN-nya; termasuk yang menguasai hukum, politik, budaya, ekonomi dan seluruhnya. Jadi, selintas terkesan sedikit. Gitu deh.