Oleh: MH. Said Abdullah*
Dalam demokrasi yang sehat betapapun persaingan pemilihan pemimpin berlangsung sangat ketat perbenturan dan konflik kepentingan sangat jarang terjadi. Perseteruan bersifat frontal kekuatan politik sangat minimal karena kepentingan dan semangat kompetisi berada dalam koridor demokrasi; dibingkai perundang-undangan.
Para elite politik mengekspresikan sikap dan perjuangan politik sejalan peraturan yang berlaku. Ada kesadaran menghindari ketegangan yang mengarah perbenturan apalagi konflik yang melibatkan rakyat. Pendukung kekuatan politik diajak berpikir jernih melalui pilihan-pilihan cerdas dan rasional. Yang dikedepankan jika terkait kepemimpinan ketika proses pemilihan akan berlangsung yang dikembangkan selalu melalui tawaran alternatif pemimpin baru, jika merasa katakanlah ingin menggantikan petahana.
Dengan tawaran alternatif calon pemimpin baru itu masyarakat diajak menilai dan membandingkan untuk mencari yang terbaik. Masyarakat dibangkitkan sikap rasionalnya sehingga hasil pemilihan benar-benar memberikan dan memenuhi harapan mendekati ideal.
Para calon alternatif pemimpin baru itu diberi kesempatan menawarkan gagasan baru, memaparkan visi misinya. Iapun mengkritisi kompetitor lain dan berupaya meyakinkan bahwa konsepsinya lebih baik dan diharapkan menjadi solusi berbagai persoalan yang terjadi di tengah masyarakat.
Alternatif calon pemimpin baru itu tampil di tengah publik mensosialisasikan diri sehingga masyarakat luas dapat menilai secara obyektif. Pendukung calon pemimpin baru berusaha lebih banyak lagi mendapatkan simpati masyarakat. Sementara pendukung petahana dan masyarakat yang belum menentukan pilihan dapat menilai apakah calon alternatif pemimpin baru itu lebih baik atau sebaliknya dibanding petahana.
Proses mengedepankan pilihan-pilihan calon pemimpin alternatif tidak hanya diharapkan membangkitkan rasionalitas politik masyarakat serta menghindari kecenderungan sikap emosioal. Pada titik lebih jauh pemaparan alternatif pilihan akan menghindarkan masyarakat dari berbagai benturan dan ketegangan jauh dari produktif.
Yang berpeluang terekspresikan dari sikap politik masyarakat adalah kesukaan atau dukungan serta simpati kepada sosok yang dianggap memiliki prospek kepemimpinan lebih baik. Bukan sikap antipati kepada sosok yang tak akan dipilihnya. Masyarakat akan memilih misalnya sosok si A bukan karena benci si B. Demikian pula masyarakat lain memilih si B bukan karena benci A. Pilihan masyarakat sangat rasional setelah mengkaji konsepsi, visi misi para calon pemimpin, termasuk pula mengevaluasi kinerja petahana.
Pada konteks inilah bisa ditelaah mengapa belakangan ini selalu muncul insiden mengarah pada perbenturan seperti terjadi di Batam, ketika Neno Warisman akan menghadiri deklarasi “gantipresiden 2019.” Yang terpapar dari kegiatan Neno Warisman bermuatan ketaksukaan dan bahkan mengarah menjadi kebencian. Yang dieksploitasi persepsi negatif masyarakat bukan mengajak masyarakat berpikir cerdas.
Neno Warisman dan koleganya lupa bahwa mereka tak lebih dari segelintir orang yang secara sengaja membangkitkan ketaksukaan dan kebencian. Sementara di sisi lain ada sebagian besar masyarakat lainnya sangat mungkin berbeda dan masih sangat menyukai sosok, yang diteriakkan perlu diganti itu.
Nah, ketika ketidaksukaan dan kebencian bertemu mereka yang mencintai serta masih mendukung potensi benturan menjadi terbuka. Yang sangat mungkin terjadi adalah gesekan emosional karena yang dibangkitkan bukan rasionalitas melalui tawaran pilihan.
Akan sangat jauh berbeda bila Neno Warisman untuk datang ke Batam bertujuan menghadiri deklarasi calon presiden 2019 misalnya. Masyarakat para pendukung tokoh berbeda tak akan mempermasalahkan. Bahkan sangat terbuka peluang masyarakat yang sudah memiliki dukungan kepada pemimpin lain itu ikut memberikan penilaian kepada calon alternatif baru.
Masyarakat bisa jadi akan membuka ruang lebih luas kepada Neno Warisman dan koleganya untuk mengenalkan calon alternatif pemimpinnya untuk dibandingkan, diteliti, dikaji, apakah lebih baik dari yang selama ini mereka dukung atau sebaliknya.
Ada interaksi dan komunikasi politik sehat di tengah masyarakat, rasionalitas lebih mengemuka dibandingkan sikap emosional sehingga proses pemilihan pemimpin diharapkan terhindar dari potensi ketegangan dan konflik sosial.
Demokrasi yang sehat menawarkan pilihan dan bukan memaksakan pilihan. Juga, bukan melawan pilihan yang berbeda tapi mengajak memilih yang terbaik. Ayo mana calon presiden 2019, yang akan dimajukan pada Pilpres mendatang. Jangan teriak ganti presiden tapi calon gantinya belum terlihat.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI