Menjelang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden berbagai isu bertebaran terutama yang menyerang Presiden Jokowi. Salah satu yang paling banyak beredar serta mendapat respon relatif luas adalah tudingan keberpihakan berlebihan pemerintah pimpinan Presiden Jokowi kepada asing dan aseng.
Namanya isyu sudah tentu kebenarannya sulit dibuktikan. Jauh lebih mudah membantahnya karena memang praktis tak ada data dari berbagai isyu yang beredar di tengah masyarakat itu. Sayangnya, banyak masyarakat kadang mudah menelan mentah-mentah tanpa keinginan melakukan klarifikasi dan verifikasi. Padahal berbagai isyu yang beredar itu kadang sangat kontradiktif dengan apa yang diupayakan pemerintah.
Tudingan keberpihakan kepada asing misalnya, sangat mudah dibantah bila melihat berbagai langkah Presiden Jokowi. Tak perlu yang bersifat teknis ataupun yang kecil-kecil. Upaya divestasi Freeport misalnya, merupakan bukti paling terbuka upaya pemerintah mengurangi penguasaan asing dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA).
Freeport yang sejak beroperasi sangat luar biasa mendapat fasilitas dan hanya memberikan bagian sekitar 9,6 persen kepada pemerintah Indonesia. Melalui langkah berani walau harus menghadapi perundingan alot kini mayoritas sahamnya sebesar 51 persen dikuasai pemerintah Indonesia. Ini artinya ada peningkatan luar biasa kepemilikan pemerintah Indonesia dari yang sebelumnya.
Langkah berani pemerintahan pimpinan Presiden Jokowi ini adalah bukti rii betapa penguasaan sumber daya alam oleh perusahaan asing pelan-pelan dikembaikan secara proporsional. Dari divestasi Freeport saja sangat jelas betapa terpatahkan dan sangat jauh dari fakta tudingan pemerintah Presiden Jokowi lebih berpihak kepada asing.
Pengambilalihan Blok Rokan dari Chevron juga menjadi bukti sangat riil yang menegaskan bahwa tudingan keberpihakan kepada asing dari pemerintahan Presiden Jokowi tak lebih sekedar isyu bahkan mengarah ke fitnah. Setelah puluhan tahun dikuasai perusahaan dari Amerika Serikat Blok Rokan kini sepenuhnya dikuasai pemerintah Indonesia.
Menarik mencermati pengambilan alihan pengelolaan Blok Rokan yang diperkirakan akan mendatangkan pemasukan kepada pemerintah sekitar 800 trilyun pertahun itu. Sebelumnya Ketua Dewan Pembina PAN M. Amien Rais sempat menantang Presiden Jokowi untuk berani mengambil Blok Rokan. Dan pemerintah merespon cepat dan hanya dalam hitungan hari sejak tantangan M. Amien Rais, Blok Rokan kembali ke pemerintah Indonesia.
Dua soal besar yang sempat mewarnai jagad pemberitaan media massa itu sangat menjelaskan bahwa tudingan keberpihakan kepada asing dari pemerintahan Presiden Jokowi tak lebih dari isapan jempol. Tudingan itu sangat mudah dibantah karena sama sekali jauh dari data dan fakta.
Terkait keberpihakan kepada aseng – sebuah konotasi kepada etnis Cina – juga lebih merupakan isyu yang sama sekali sulit dibuktikan. Bahkan bila diteliti lebih jujur justru yang dilakukan Presiden Jokowi sangat bertolak belakang dari tudingan itu.
Mudah sekali untuk membuktikan itu. Ini misalnya dapat dilihat dari kebijakan Presiden Jokowi mempercepat proses sertifikasi tanah masyarakat kurang mampu.
Apa kaitannya dengan tudingan aseng? Mudah memahaminya. Bukankah selama ini kita mengetahui siapa saja masyarakat yang memiliki akses ke lembaga keuangan jika membutuhkan modal. Sebagian besar merupakan kalangan masyarakat mampu dan pengusaha besar yang kita tahu siapa mereka. Masyarakat kecil karena tidak memiliki jaminan seperti sertifikat tanah jauh dari akses ke lembaga keuangan.
Di sini terlihat betapa luar biasa dasyat terobosan Presiden Jokowi. Dengan langkah sertifikasi itu tanah milik rakyat menjadi bernilai lebih tinggi. Lalu, dengan sertifikat itu masyarakat kecil memiliki akses ke lembaga keuangan. Jika memerlukan modal mudah karena telah memiliki aset sebagai jaminan. Langkah revelusioner dalam penyelesaian persoalan tanah masyarakat kecil itu dampaknya akan sangat luar biasa dalam memberdayakan ekonomi masyarakat kecil.
Terobosan kebijakan soal sertifikat tanah itu, bila dilakukan menggunakan cara lama membutuhkan waktu 120 tahun. Tapi dengan kebijakan Presiden Jokowi yang tiap tahun selesai sebanyak 7 juta lembar sertifikat, diharapkan bisa selesai hanya memerlukan waktu sekitar lima tahun.
Lagi-lagi di sini makin terbukti bahwa serangan kepada pemerintahan Presiden Jokowi dengan tudingan keberpihakan kepada asing dan asing tak lebih dari sebuah sinisme politik ketika lawan politik tidak menemukan kelemahan Presiden Jokowi. Tentu, siapapun yang berpikir sehat menyayangkan tudingan tanpa dasar yang mengarah ke fitnah. Cara-cara kurang sehat itu kurang mendidik masyarakat untuk berpikir cerdas, jernih dan obyektif dalam menyikapi kinerja pemerintah. Begitulah.