JAKARTA, koranmadura.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terkait status vaksin measless dan rubella. Fatwa dengan Nomor 33 Tahun 2018 tersebut menyatakan bahwa pada dasarnya vaksin
MUI menyatakan, pada dasarnya vaksin untuk imunisasi tersebut diimpor dari Serum Institute of India. Dan bahannya haram karena mengandung babi. Namun, menjadi dibolehkan (mubah) jika dalam keadaan darurat atau keterpaksaan.
“Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India (SII) hukumnya haram karena dalam proses produksinya menggunakan bahan yang berasal dari babi,” kata Ketua Komisi Fatwa MUI Hasanuddin dalam keterangan tertulisnya, Senin malam.
Jadi, lanjut Hasan, vaksin MR dibolehkan. “Penggunaan vaksin MR produk dari Serum Institute of India, pada saat ini, dibolehkan (mubah),” tambahnya.
Setidaknya ada alasan kenapa MUI sementara membolehkan penggunaan vaksin MR.
Pertama, adanya kondisi keterpaksaan (darurat syar’iyyah). Kedua, belum ditemukan vaksin MR yang halal dan suci. Ketiga, ada keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahaya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi vaksin MR.
“Kebolehan penggunaan vaksin MR sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku jika ditemukan adanya vaksin yang halal dan suci,” ucap Hasanuddin.
Namun, walaupun dibolehkan, MUI memberikan rekomendasi kepada pamerintah agar pemerimah menjamin ketersediaan vaksin halal untuk kepentingan imunisasi bagi masyarakat.
Selain itu, MUI juga meminta agar produsen vaksin juga wajib mengupayakan produksi vaksin yang halal dan menyertifikasi halal produk vaksin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
MUI juga mendorong pemerintah harus menjadikan pertimbangan keagamaan sebagai panduan dalam imunisasi dan pengobatan.
Selain itu, MUI menyarankan pemerintah hendaknya mengupayakan secara maksimal, serta melalui WHO dan negara-negara berpenduduk Muslim, agar memperhatikan kepentingan umat Islam dalam hal kebutuhan akan obat-obatan dan vaksin yang suci dan halal.
Fatwa MUI ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Jika di kemudian hari ternyata fatwa ini membutuhkan perbaikan, maka MUI akan memperbaiki dan menyempurnakan sebagaimana mestinya.
“Agar setiap Muslim dan pihak-pihak yang memerlukan dapat mengetahuinya, mengimbau semua pihak untuk menyebarluaskan fatwa ini,” kata Hasanuddin. (Kompas.com/SOE)