JAKARTA, koranmadura.com – Laporan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebutkan bahwa gempa Lombok pada awal Agustus dengan berkekuatan tujuh skala Richter menyebabkan kenaikan daratan pulau tersebut setinggi 10 inci (25 sentimenter).
Dilansir detikcom dari situs NASA, Rabu, 15 Agustus 2018, para ilmuan menyimpulkan pergeseran bidang patahan yang terjadi di bagian barat laut Pulau lombok yang menyebabkan kenaikan permukaan daratan tersebut.
“Berdasarkan pola deformasi pada peta, para ilmuwan menyimpulkan pergeseran bidang patahan akibat gempa terjadi pada patahan di bawah bagian barat laut Pulau Lombok dan menyebabkan kenaikan permukaan daratan sampai 10 inci,” demikian pernyataaan yang dimuat pada situs NASA.
Data baru satelit digunakan NASA untuk membuat peta perubahan bentuk daratan Lombok setelah gempa yang telah menewaskan 436 orang dan jumlah pengungsi mencapai 352.793 orang sampai hari Senin, 13 Agustus lalu.
Diketahui, gempa di Lombok ini terjadi karena pelepasan energi setelah terakumulasi selama ratusan tahun. Gejala alam seperti gempa memang dapat menyebabkan penurunan, selain juga kenaikan daratan.
“Kulit kerak permukaan bumi terbagi dalam beberapa blok lempeng. Kalau dia saling bertumbuk satu sama lain akibat dibawa sama cairan di bawahnya itu, nah itu saling nabrak. Ada yang naik, ada yang turun. Di daerah Lombok, Flores, Bali ada semacam tektonik lempeng kecil, bagian blok permukaan yang kecil. Ini saling tubrukan. Sumbernya berasal dari patahan Flores,” kata Agustan, peneliti geodesi di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Sementara data satelit yang digunakan NASA ini dipandang mewakili dengan baik apa yang terjadi pada Gempa Lombok karena menjelaskan secara visual perubahan bentuk yang terjadi akibat gempa.
“Terdapat perubahan bentuk, terdapat perubahan dimensi dari bagian utara Pulau Lombok. Jadi yang dimaksud dengan deformasi adalah perubahan bentuk yang berlangsung secara tiba-tiba akibat gempa. Ada dua bagian lapisan yang berlainan, lempeng tektonik yang berbeda, yang berada di utara Pulau Lombok dan di Pulau Lombok. Tiba-tiba bagian yang atas dari kedua lapisan tersebut, tiba-tiba naik dengan sangat cepat. Tiba-tiba ada sebuah lapisan tanah yang bergeser tiba-tiba naik ke atas dan juga bergerak horizontal. Nah pergerakan yang tiba-tiba, yang vertikal dan horizontal ini, kemudian menghasilkan guncangan yang keras,” kata Irwan Meilano, dosen geodesi Institut Teknologi Bandung.
Untuk diketahui, salah satu hal yang terungkap dari peta satelit NASA ini adalah kenaikan daratan Pulau Lombok sampai 25 cm. “Kalau di gempa itu suatu hal yang sangat biasa. Karena mekanisme gempa ada beberapa macam. Ada yang namanya subduksi, ada yang namanya patahan strike slip. Semua mekanisme gempa itu, jenis-jenis tabrakan itu akan menyebabkan perbedaan permukaan. Kadang dia naik, kadang dia turun,” kata Agustan.
Pada berbagai gempa lain di Indonesia, seperti di Aceh, Mentawai atau Nias misalnya terjadi kenaikan dan juga penurunan yang lebih besar, tidak hanya puluhan centimeter seperti di Lombok.
“Jenis gempa yang modelnya thrusting atau kemudian sesar naik, itu akan menyebabkan kenaikan uplift dan juga akan menyebabkan penurunan atau subsidence. Kita telah menemukan beberapa fakta yang sama di beberapa kejadian gempa.
Ketika Gempa Aceh yang kita adalah juga uplift di sekitar Pulau Simeuleu, tetapi kita menemukan subsidence yang sampai ratusan senti, sampai 1,2 meter di sepanjang garis pantai di Aceh,” kata Irwan Meilano. (DETIK.com/ROS/DIK)