PAMEKASAN, koranmadura.com- Tidak mudah bagi Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, memperoleh kepercayaan peternak sapi di daerah itu untuk mendukung program Inseminasi Buatan Satu Tahun Satu Kelahiran (Intan Satu Saka).
Apalagi menjadikan program tersebut sebagai program unggulan yang kemudian memposisikan sebagai peraih penghargaan nasional dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik. Butuh waktu sekitar lima tahun agar program itu bisa diterima peternak.
“Program ini kami mulai pada 2008 lalu. Selama lima tahun kami bersama teman-teman relawan mengkampanyekannya,” kata Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Pamekasan, Bambang Suprayogi.
Awalnya, kata dia, program mempersingkat jarak kelahiran sapi betina itu ditolak pemilik ternak sapi. Inseminasi buatan itu tidak hanya dikawatirkan menyebabkan ternak mereka dan hasil dari kawin suntik itu tidak sehat. Bahkan ada juga yang mempertanyakan kehalalan hukumnya.
Upaya sosialisasi dan pendekatan terus dilakukan hingga akhirnya program itu bisa dijadikan sebagai program unggulan kabupaten yang Pamekasan menerima penghargaan nasional dalam Top 35 program inovatif setelah sebelumnya masuk dalam Top 99 dengan menyisihkan 2.470 program inovasi lainnya.
Diantara yang dilakukan, pemberian suntik gratis dan mineral cuma-cuma di daerah padat ternak sapi, serta membentuk kader-kader desa di daerah tersebut. Para kader yang bersifat sukarelawan itu yang secara perlahan memberikan penyadaran ke peternak.
“Kami juga harus menunjukkan fisik pejantan indukannya untuk meyakinkan bahwa sperma sapi yang disuntikkan bukan berasal dari indukan sembarangan. Bahkan, kami juga menunjukkan hasil dari inseminasi buatan itu, untuk meyakinkan tidak adanya perbedaan dengan hasil perkawinan alami,” kata Bambang Suprayogi.
Sejak 2013 lalu, program itu mulai mendapat kepercayaan di masyarakat. Itu dibuktikan dengan makin peternak yang ikut dalam program itu. Tahun ini, sapi betina yang diikutkan program tersebut telah mencapai 48 persen.
“Artinya, hampir setengah dari total populasi sapi betina di Pamekasan, telah memiliki jarak kelahiran 12 sampai 14 bulan,” kata Bambang.
Karena Terbantu Relawan
Inseminator swadaya itu merupakan tenaga inseminasi yang tidak menerima bantuan operasional dari pemerintah, namun telah mendapatkan pelatihan dan sertifikat layak melakukan inseminasi.
Para kader desa itu, kata Bambang, yang menjadi penghubung antara peternak dan tenaga inseminator terdekat, berikaitan dengan penyuntikan, pakan dan hal lain yang berkaitan dengan program Intan Satu Kata.
Ketua Kelompok Peternak Sapi Madura di Pamekasan, Madrai, mengaku yakin program itu akan mendapat dukungan dari masyarakat. Ia menjelaskan pada awal-awal program itu dijalankan, hanya ada sekitar 150 orang peserta, saat ini sudah mencapai hampir 10 ribu orang peserta inseminasi.
“Petani peternak juga disadarkan bahwa beternak sapi bukan hanya sekedar sumber penghasilan sambilan, tapi juga bisa menjadi sumber penghasilan utama,” katanya, kepada koranmadura.com, Jumat, 17 Agustus 2018.
70 persen petani di Pamekasan, kata dia, memiliki sapi. Namun sapi-sapi itu hanya dijadikan alat membajak sawah dan tidak bernilai ekonomi yang menguntungkan karena hanya dijadikan sambilan.
“Program ini membantu peternak agar sapi-sapi mereka lebih bernilai ekonomis, dengan memperpendek jarak kelahiran menjadi 12 sampai 14 bulan. Biasanya, 19 bulan atau bahkan lebih dari dua tahun,” jelasnya. (G. Mujtaba/SOE)
Berikut data Populasi dan Apseptor Inseminasi Buatan Berdasarkan Sumber Dinas Peternakan Pamekasan:
Populasi Sapi Potong di Pamekasan : 152.165 ekor
Populasi sapi betina produktif: 59.480 ekor
Akseptor Inseminasi Buatan: 22.392 ekor
Kelahiran sapi: 12.700 ekor
Sapi peserta Intan Satu Saka 9.815 ekor