JAKARTA, koranmadura.com – Lombok benar-benar sedang gawat darurat. Pasalnya, tercatat lebih dari 400 gempa susulan terjadi setelah gempa 6,9 SR mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu 05 Agustus 2018 lalu.
Lantas, akan sampai kapan nestapa Lombok ini akan berakhir mengingat gempa susulan selalu bikin warga trauma pulang? Dan apa yang dapat dilakukan warga untuk menghadapi guncangan-guncangan susulan ini?
Sepertinya warga Lombok masih harus bersabar untuk pulang ke kampung halaman. Tempat pengungsian adalah cara terbaik untuk berteduh. Karena gempa bisa datang kapan saja mengingat gempa susulan selalu ada. Walaupun kebanyakan gempa susulan tak besar, terasa hanya seperti getaran atau goyangan kecil. Namun, gampa sudah menelan ribuan bangunan dan ratusan korban meninggal.
Seperti gempa susulan yang terjadi pada Kamis 9 Agustus 2018 kemarin. Gempa ini tidak kecil, tetapi berkekuatan 6,2 SR dan menambah kerusakan di pulau wisata yang sudah hampir lumpuh itu.
Dari gempa yang terjadi, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa korban yang meninggal sebanyak 321 orang, yang mengungsi lebih dari 270.168 jiwa. Sementara ribuan bangunan rusak.
Pertanyaannya, berapa banyak lagi gempa susulan yang akan terjadi? Jika masih lama, apa yang sebaiknya dilakukan warga? Inilah mungkin yang perlu Anda ketahui tentang gempa susulan.
Sampai kapan?
Menurut BMKG, gempa susulan diprediksi masih akan terus terjadi selama tiga hingga empat minggu ke depan.
Hal itu diungkapkan oleh Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Mataram, Agus Riyanto.
Namun kata Agus prediksi ini dinamis, bisa berubah kapanpun, tergantung kondisi dan situasi terkini. Sebab sebelumnya juga sempat diprediksi bahwa gempa akan berlangsung selama dua minggu. Namun, kini, gempa tergantung data gempa susulan yang dikumpulkan BMKG yang dievaluasi setiap tiga hari.
Sebagai perbandingan, gempa Jogja pada 2006 berlangsung selama enam bulan.
Apa yang harus dilakukan?
Untuk warga yang rumahnya masih tampak kokoh, BMKG menghimbau agar warga tinggal di dalam rumah.
Namun untuk warga yang rumahnya sudah ada retakan, atau terlihat goyah, disarankan tidak berada di dalam rumah, lebih bagus di lapangan terbuka.
Berbahaya untuk tetap di dalam rumah yang sudah ada tanda-tanda kerusakan, karena “yang rumahnya sudah ada rusak, ada sembilan korban jiwa kena gempa susulan kemarin,” ujar Agus Riyanto.
Sedang yang berada di dalam bangunan, ada metode “Drop Cover Hold” yang bisa diingat.
Drop dengan bersembunyi di kolong meja dan menghindari kaca, Cover dengan melindungi kepala, serta Hold dengan mendekat ke pilar-pilar yang kokoh.
Tentu, lebih gampang berteori daripada praktiknya. Insting manusia dalam keadaan bahaya, adalah untuk lari ke luar. Hal itu baik dilakukan, hanya jika kondisinya memungkinkan. (detik.com/SOE/VEM)