BANDUNG, koranmadura.com- Kongres II ISNU di Bandung, Jabar telah memasuki pembahasan tata tertib pemilihan Ketua Umum ISNU Periode 2018-2023.
Pada pembahasan ini, sidang yang dipimpin oleh Sekjen PP ISNU M Khalid Syeirazi banjir tanggapan, bahkan berjalan alot. Terutama pada pasal 23 poin 3 yang berbunyi “Seorang calon Ketua Umum adalah seorang yang dikenal ketokohannya dalam NU dan atau telah mengabdi dalam kepengurusan ISNU minimal empat tahun”.
Beberapa perwakilan peserta dari wilayah dan cabang memberikan beragam opsi dan masukan terkait kata “ketokohan”. Menurut peserta sidang, lebih baik kata “ketokohan” ditiadakan saja. Biar ISNU memperlebar hak setiap anggota ISNU untuk jadi Ketua. Sehingga siapapun boleh dicalonkan.
“Karena seperti yang disampaikan Presiden di Istana, di ISNU tempat berkumpulnya para sarjana, ada yang teknik, ekonomi dan yang lainnya. Jadi, jika dari mereka ada yang layak kita pilih, kan tidak masalah,” usul salah satu peserta sidang.
Menurut perwakilan ISNU Cabang Riau, menarik jika memang berbicara soal ketokohan. Tapi harus diperjelas tokoh yang mana. Misal, ia tokoh nasional, regional atau lokal. “Kalau tetap tidak jelas, kita yang ada di sini juga bisa dipilih,” kata salah satu peserta.
Seperti diketahui, sebelumnya muncul nama-nama kandidat Ketum ISNU lima tahun ke depan. Diantaranya adalah Ketum ISNU yang lama, Sahabat Ali Masykur Musa; Ketua Dewan Kehormatan ISNU Mahfud Md; Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Hanif Dakhiri; Mantan Ketua PP Ansor Nusron Wahid; serta Ketua PW ISNU Jatim Prof Dr Mas’ud Said. (SOE/VEM)