JAKARTA, koranmadura.com – Peran telur sebagai sumber protein hewani utama nyaris tak terganti bagi masyarakat Indonesia. Meski ada ikan dan daging, telur masih mendominasi karena harganya yang lebih murah. Telur juga relatif mudah diolah dan dikonsumsi berbagai lapisan usia.
Konsumsi telur sebagai sumber utama protein hewani tak masalah bagi orang dewasa. Namun hal ini bisa berdampak buruk bagi anak yang masih dalam masa sekolah atau pertumbuhan. “Telur mengandung lebih sedikit kolesterol daripada yang ada dalam ikan dan daging,” kata Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Institut Pertanian Bogor (IPB) Hardinsyah.
Anak memerlukan kolesterol sebagai bahan utama pertumbuhan otak. Asupan minim kolesterol berisiko menyebabkan gangguan pertumbuhan otak, yang berefek pada gangguan belajar, perkembangan kemampuan fisik, dan akademik. Hal inilah yang menyebabkan anak tetap perlu ikan dan daging, meski sudah makan telur untuk memenuhi kebutuhan gizinya.
Menurut Hardinsyah secara umum tidak ada makanan yang bisa memenuhi semua kebutuhan nutrisi harian. Makanan harus dikonsumsi berdampingan dengan asupan lain untuk mencukupi kebutuhan gizi. Tentunya jumlah konsumsi harus seimbang dengan kebutuhan supaya tidak berdampak buruk bagi tubuh.
Indonesia saat ini masih menghadapi masalah rendahnya konsumsi protein hewani. Telur menjadi harapan dengan minimnya pertumbuhan konsumsi ikan dan daging. Tingkat konsumsi daging hanya 11,6 kg/kapita/tahun, masih jauh dari jumlah ideal 34,19 kg/kapita/tahun. Sementara konsumsi ikan hanya 37-38 kg/kapita/tahun, kalah jauh dibanding Malaysia sebesar 70 kg/kapita/tahun, Singapura 80 kg/kapita/tahun, dan Jepang 100 kg/kapita/tahun. (DETIK.COM/ROS/VEM)