SAMPANG, koranmadura.com – Ikatan Akumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) PC Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, mensinyalir Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) setempat tidak pernah melakukan perbaikan data kependudukan di wilayah itu.
Hal tersebut diduga kuat menjadi sumber masalah yang menyebabkan proses Pilkada di Sampang harus diulang karena persoalan data pemilih.
Koordinator Departemen Pelayanan Sosial dan Pengembangan Masyarakat, IKA PMII PC Kabupaten Sampang, Mahrus Ali, mengatakan, DPT Pilkada di Sampang salah satunya menggunakan data Pilpres 2014 sebagai acuan.
“Ada dugaan Dinas Kependudukan tidak melakukan updating saat peralihan fisik dari KTP menjadi e-KTP,” katanya.
Dugaan itu, menurut Mahrus, karena disamping ada blanko KTP sebanyak 64.500 juga terfapat 2.338 blanko Akta kelahiran dengan kondisi rusak dan tidak dapat dipergunakan kembali dan belum dilakukan penghapusan.
Dimungkinkan data-data dalam blanko tersebut digunakan kembali ketika perubahan menjadi e-KTP, sehingga akhirnya ditemukan data ganda dan menyebabkan jumlah penduduk yang tidak rasional.
“Artinya ribuan data di blanko yang rusak itu kemungkinan digunakan kembali karena tidak dilakukan updating data. Padahal dana untuk kegiatan tersebut sudah dianggarkan,” jelas Mahrus.
Ia menjelaskan, pada tahun anggaran 2014, sudah disalurkan dana ke Dinas Kependudukan sebesar Rp. 1,53 miliar untuk penataan administrasi kependudukan. Itu belum termasuk Rp. 1,8 miliar yang disediakan untuk program e-KTP.
Indikasi tidak adanya perbaikan data, karena di tahun yang sama, ada temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Jawa Timur pada yang menyatakan belum ada penghapusan bangko KTP dan akta kelahiran yang rusak sehingga direkomendaikan untuk melakukan usulan penghapusan.
“Kami juga menduga penggunaan dua pos anggaran itu hanya digunakan untuk satu program yang sama yakni belanja blanko. Namun yang digunakan adalah blanko lama,” jelasnya.
Sejauh ini, belum ada laporan yang jelas soal realisasi penggunaan blanko KTP yang berjumlah 64.500 pada tahun 2014 serta bukti surat penghapusan barang atas berupa KTP dan Akta Kelahiran.
“Kami minta Dinas Kependudukan melaksanakan program itu dengan prinsip terbuka dan bisa dipertanggung jawabkan,” pinta Mahrus. (Muhlis/muj/vem)