Oleh: MH. Said Abdullah*
Sebelum kebohongan penganiayaan Ratna Sarumpaet terbongkar oleh aparat kepolisian para oposan begitu gencar menyerang pemerintahan Presiden Jokowi. Apalagi setelah Prabowo bersama M. Amien Rais dan beberapa tokoh lainnya menyampaikan konferensi pers mengecam yang dianggap tindakan kekerasan itu. Sangat luar biasa serangan dan kecaman kepada pemerintahan Presiden Jokowi.
Berbagai sumpah serapah tersebar. Kalimat sarkastis tanpa sopan santun seakan tumpah dari langit. Menyebut pemerintah represif, membungkam hak orang berbicara dan berbeda pendapat bahkan ada pula yang menyebut pemerintah barbar karena membiarkan tindakan kekerasan kepada seorang ibu tua yang dianggap pembela hak asasi manusia.
Sangat terlihat sekali betapa kebohongan penganiayaan Ratna Sarumpaet dirancang matang atau setidaknya dipergunkan semaksimal mungkin untuk kepentingan politik entah oleh siapa. Dan secara sadar dimanfaatkan menjadi amunisi politik menyerang pemerintahan Presiden Jokowi.
Di saat Presiden Jokowi susah payah sibuk mengatasi bencana di Palu, mereka mengolah kebohongan sebagai amunisi politik menyerang pemerintahan Jokowi. Ketika masyarakat sibuk mengumpulkan dana, menggalang kepedulian ternyata segelintir orang menari-nari menyebar hoax, membangkitkan kebencian tanpa mengingat lagi ada saudara-saudara kita yang saat ini sedang berduka di Palu. Benar-benar sebuah perilaku politik yang sulit dipahami akal sehat.
Simaklah video Hanum Rais, putri M. Amien Rais, yang sambil menggandeng Ratna Sarumpaet menangis tersedu-sedu disertai komentar mendramatisir. Ratna Sarumpaet dengan tanpa rasa bersalah mengangguk membenarkan apa-apa yang disebut Hanum sebagai penganiayaan terhadap orang tua. Hanumpun sambil terisak menyebut Ratna Sarumpaet sebagai Cut Nya’ Din masa kini.
Rasanya sangat jelas bahwa kebohongan yang disebarkan sistematis, terstruktur dan massif. Bukan sebuah ketaksengajaan tapi seperti dipersiapkan untuk menimbulkan kebencian massal dari masyarakat kepada pemerintahan Presiden Jokowi. Sikap membenarkan dari Ratna Sarumpaet –tanpa membantah- menegaskan lagi bahwa kebohongan itu memang dilakukan dengan penuh kesadaran.
Dari kejadian ini terpapar jelas bahwa hoax dan fitnah yang selama ini diarahkan kepada Presiden Jokowi memang sepenuhnya dirancang mereka yang memang ingin menjatuhkan reputasi Jokowi. Pemikiran, pandangan dan penilaian masyarakat sengaja dirusak melalui berbagai hoax, fitnah dan ujaran kebencian. Kasus Ratna Sarumpaet memberi penegasan bahwa hoax, fitnah, ujaran kebencian yang merusak pikiran masyarakat, bukan muncul begitu saja. Semua menggambarkan sebuah proses sistematis dan terkonsep serta tertata rapi.
Namun kata orang Jawa Gusti Allah ora sare, Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak tidur. Melalui kasus Ratna Sarumpaet masyarakat negeri ini melihat secara jelas bahwa dalam jagad politik negeri ini dipenuhi hiruk pikuk jauh dari akal sehat. Jauh dari kedewasaan dan cenderung mengabaikan etika dan moral agama.
Caci maki, sumpah serapah, fitnah dan hoax begitu gencar mengarah kepada Presiden Jokowi. Dari soal tudingan Jokowi berdarah Cina, menuduh Jokowi komunis, antek asing dan aseng, termasuk pula menyebut Jokowi sebagai presiden yang anti Islam, melakukan kriminalisasi ulama dan ujaran kebencian serta lainya lainnya.
Masyarakat Indonesia dari kasus kebohongan penganiayaan ini diharapkan menyadari dan kemudian mampu memilah-milah mana informasi yang benar dan hoax; yang fakta data obyektif dan yang fitnah. Bahwa di tengah upaya pemerintah bersama masyarakat Indonesia berbenah membangun demokrasi, meningkatkan kesejahtaraan kehidupan dan perbaikan lainnya, perlu diwaspadai berbagai gangguan dari segelitir petualang politik, yang mengedepankan ambisi kekuasaan, yang tak ingin negeri ini damai.
Mereka berupaya merusak ketentraman dan kedamaian negeri ini dengan berbagai kebohongan, hoax, fitnah dan ujaran kebencian serta lainnya untuk memuaskan syahwat kekuasaan menggunakan cara-cara melabrak etika, moral dan rambu-rambu hukum serta budaya masyarakat negeri ini.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI.