Oleh: MH. Said Abdullah*
Salah satu amunisi untuk menyerang Presiden Jokowi yang cukup sering terlontar adalah sebutan petugas partai. Presiden Jokowi dianggap tak lebih dari seseorang yang harus bekerja menjalankan apapun keinginan partai yang mencalonkan Jokowi dalam hal ini PDI Perjuangan.
Istilah itu muncul pertama kali dari Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang secara terbuka menyebut Jokowi sebagai petugas partai. Sudah tentu pernyataan Megawati lebih menegaskan posisi Jokowi sebagai kader partai. Bahwa PDI Perjuangan menugaskan Jokowi untuk mengemban amanah sebagai Presiden RI.
Apa yang salah? Sebenarnya tak ada yang salah. Yang salah ketika istilah petugas partai kemudian diplesetkan dan digoreng seakan Jokowi menjalankan keinginan partai. Seolah-olah tugas dan kepentingan partailah yang dilaksanakan selama menjadi Presiden dan bukan melaksanakan tugas sebagai seorang Presiden RI.
Padahal pernyataan Megawati secara terbuka tanpa tedeng aling-aling itu menegaskan bahwa Jokowi adalah kader partai PDI Perjuangan yang ditugaskan untuk menjadi Presiden RI. Jokowi setelah menjadi Presiden menjalankan tugas sebagai seorang Presiden RI. Nilai dan kualitas Jokowi sebagai “petugas partai” tergantung kemampuan dalam menjalankan tugas sebagai Presiden RI.
Di sini ada persambungan antara PDI Perjuangan dan Jokowi sebagai kader partai. PDI Perjuangan sebagai partai yang mencalonkan dan menugaskan Jokowi sebagai Presiden akan selalu menilai dan mengawasi apakah Jokowi sungguh-sungguh menjalankan tugas sebagai Presiden RI. Parameter PDI Perjuangan bukan kemampuan Jokowi menjalankan kepentingan partai tapi kesungguhan Jokowi dalam menjalankan tugas sebagai seorang Presiden RI, pucuk pimpinan seluruh rakyat Indonesia.
Tidak ada yang luar biasa sebenarnya dari penegasan Megawati terkait petugas partai. Semua partai politik di negeri ini melakukan hal yang sama. Perbedaannya, Megawati menegaskan secara terbuka peran partai sebagai kekuatan politik, yang selalu menilai kinerja kadernya yang bertugas mengabdi kepada negara dan bangsa.
Presiden, para menteri dari partai politik, kepala dan wakil kepala daerah, anggota DPR, DPRD secara prinsip merupakan “petugas partai.” Mereka ditugaskan partai mengemban amanah masyarakat sesuai bidangnya. Partai kemudian mengevaluasi apakah kader-kadernya mampu menjalankan kepercayaan masyarakat. Jika kurang mampu dan ternyata menciderai amanah rakyat partai akan merecall jika kebetulan anggota DPR atau DPRD; tidak mencalonkan lagi jika memegang jabatan sebagai Presiden, menteri, kepala dan wakil kepala daerah.
Hubungan partai dan kadernya lazim dalam kehidupan politik di negeri ini. Fraksi di DPR dan DPRD adalah etalase partai politik. Dari kualitas kinerja fraksi nilai partai dalam pandangan masyarakat akan terlihat jelas terutama pada saat pemilu berikutnya. Secara fatsun para kader partai sepenuhnya menjalankan kepercayaan masyarakat. Hubungan dengan partai politik justru lebih merupakan hubungan antara pengemban tugas dan pengawas. Partai mengawasi kinerja kadernya dalam menjalankan amanah rakyat.
Pada akhirnya menjadikan istilah petugas partai sebagai amunisi menyerang Jokowi jika diteliti lebih jauh seperti memercik air terpercik ke wajah sendiri. Semua partai pada dasarnya menjalankan apa yang ditegaskan Megawati. Yang membedakan, Megawati bersikap terbuka sementara partai lain bersikap malu-malu.
Semua sebenarnya tergantung kesungguhan seluruh kader partai dalam menjalankan amanah rakyat. Partai secara organisatoris mengawasi kinerja kadernya yang mendapat amanah rakyat. Begitulah.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI