STOCKHOLM, koranmadura.com – Nadia Murad, seorang bekas budak seks kelompok radikal ISIS meraih penghargaan Nobel Perdamaian 2018. Perempuan Yazidi, Irak ini mendapatkan nobel setelah dia berjuang memerangi kekerasan seks dalam konflik di seluruh dunia.
Dalam sesi wawancara, Murad menyebut, Nobel Perdamaian ini merupakan kemenangan signifikan bagi semua perempuan yang mengalami kekerasan seksual.
“Ini sangat berarti, bukan hanya bagi saya, namun juga bagi semua perempuan di Irak dan seluruh dunia. Tidak mudah bagi saya untuk keluar dan berbicara tentang apa yang terjadi pada saya karena itu memang tidak mudah, dan khususnya untuk perempuan di Timur Tengah untuk pergi dan berbicara tentang (menjadi) budak seks,” ujar Murad dalam wawancara dengan situs Nobel usai diumumkan meraih penghargaan tersebut bersama dokter asal Kongo, Denis Mukwege untuk upaya mereka dalam memerangi kekerasan seks, Sabtu, 6 Oktober 2018.
“Untuk komunitas-komunitas kecil yang teraniaya, hadiah ini menyampaikan pada saya bahwa suara mereka didengarkan. Kami harap itu akan menjadi suara untuk semua perempuan yang menderita kekerasan seksual dalam konflik di banyak tempat lainnya,” imbuh perempuan berumur 25 tahun itu.
Murad diculik oleh para militan ISIS pada tahun 2014 dan mengalami peristiwa mengerikan dijadikan sebagai budak seks selama tiga bulan, sebelum akhirnya berhasil melarikan diri. Dia merupakan satu dari ribuan perempuan dan anak-anak perempuan Yazidi yang diculik, diperkosa dan dianiaya oleh para militan ISIS selama serangan ISIS terhadap warga minoritas berbahasa Kurdi tersebut pada 2014.
Sejak lolos dari sekapan ISIS pada November 2014, Murad aktif mengkampanyekan dihentikannya penyelundupan manusia dan menyerukan dunia agar mengambil langkah-langkah tegas, dengan tujuan tak lagi ada pihak-pihak yang menggunakan pemerkosaan sebagai senjata perang.
Pada 2016 Dewan Eropa memberi Murad penghargaan hak asasi manusia Vaclav Havel. Saat menerima penghargaan ini di Strasbourg, Prancis, Murad mendesak milisi-milisi ISIS diadili di pengadilan internasional. Pada tahun 2017, PBB mengangkatnya sebagai duta besar khusus. (DETIK.com/ROS/DIK)