JAKARTA, koranmadura.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut, ada tiga kali tsunami pasca-gempa bermagnitudo 7,4 di Palu-Donggala Sulawesi Tengah pada Jumat, 28 September sore lalu. Ketiga tsunami itu diketahui melalui video masyarakat yang ditemui petugas BMKG sesaat setelah gempa.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, awalnya gempa berpotensi tsunami terdeteksi melalui sistem pemodelan komputer. Setelah itu BMKG terus mencari data di lapangan, salah satunya data mengenai berapa ketinggian air di lokasi gempa bersumber alat dari Pelabuhan Pantoloan, Palu.
Akan tetapi data dari pelabuhan itu tak bisa didapatkan karena sambungan komunikasi terputus. Menurut Dwikorita data Pelabuhan Pantoloan itu dikelola oleh konsorsium, sehingga saat komunikasi terputus BMKG tak bisa mendapatkan informasi di lapangan.
“Baru dua hari lalu pengelola data bilang Pelabuhan Pantoloan merekam ada naik dan turun air. Namun saat dibutuhkan sistem komunikasi terputus. Jadi alat itu bekerja tapi nggak bisa mengirimkan ke BMKG karena komunikasi terputus,” ungkapnya.
Menurut Dwikorita petugas BMKG telah ditugaskan mengecek ke titik gempa sejak gempa pertama 5,9 SR pada pukul 15.00 WITA. Namun petugas baru bisa mencapai Pelabuhan Pantoloan pada 18.17 WITA akibat terhalang karena suasana chaos.
Dari hasil temuan petugas di lapangan dengan bertanya ke masyarakat sekitar tsunami terjadi pada saat magrib. Bahkan berdasarkan video masyarakat tsunami terjadi 3 kali dengan rentang waktu berdekatan
“Segera kami cek video, saat kami teliti tsunami itu terjadi 3 kali menurut video itu. Waktunya tidak ada tertulis di video. Tapi saat terjadi itu langit lembayu. Kami menduga 18.02 WITA itu sesaat setelah magrib,” ujar Dwikorita.
Hal itu dikuatkan dengan seorang saksi yang menyebut, jika saat terjadinya tsunami terdengar suara azan. “Ada saksi mengatakan saat terjadi tsunami yang bilang ada terdengar suara azan. Dari video itu tsunami datangnya dekat setelah magrib terjadi 3 kali. Waktu tenggang antara tsunami pertama ke ketiga dari perhitungan detik di video itu 2,5 menit. Jadi rentang waktunya sangat cepat,” sambungnya.
Dia menyayangkan terputusnya komunikasi di lapangan sehingga BMKG tak mendapatkan data di Pelabuhan Pantoloan saat gempa terjadi. Dia menyebut, saat ini baru ada simulasi penanganan ketika listrik mati, sedangkan simulasi saat komunikasi tertutup tidak ada.
“Kita tidak membayangkan itu terjadi. Kita belajar ke negara lain, lihat, tengok-tengok negara lain karena kekhawatirannya itu listrik. Bahwa ini pelajaran baru sehingga komunikasi terputus. Kita sudah mencurigai tentang terputusnya saluran komunikasi itu saat saya paparan di BNPB mengenai peringatan dini. Saat itu kami selaku BMKG mengusulkan harus ada satelit khusus untuk bencana,” paparnya. (DETIK.com/ROS/VEM)