Oleh: MH. Said Abdullah*
M. Amien Rais kembali melontarkan bola panas, yang kali ini terkait organisasi Muhammadiyah. Ia mengatakan akan menjewer Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir karena tidak menegaskan Muhammadiyah mendukung salah satu Capres Cawapres.
Secara sepihak M. Amien Rais bahkan menekankan seharusnya Muhammadiyah mengarahkan dukungan pada Capres-cawapres yang sejalan sikap politiknya. Di partai-partai itu katanya menyebar kader-kader Muhammadiyah.
Sebagai mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah pernyataan M. Amien Rais terasa sangat ironis. Bukan hanya bertentangan frontal dengan penegasan Ketua Umum PP Muhammadiyah yang membebaskan anggotanya dalam memilih partai dan pasangan Capres-cawapres tetapi juga bertolak belakang belakang dengan tradisi sikap politik dan khittah Muhammadiyah. Termasuk ketika M. Amien jadi pucuk pimpinan yang menegaskan bahwa Muhammadiyah mengedepankan high politic; tidak terlibat langsung dalam politik praktis.
Amien Rais, seperti ditegaskan mantan koleganya Abdillah Toha telah menyeret Muhammadiyah ke politik praktis. Sesuatu yang dapat menciderai moral politik Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan.
Sikap M. Amien Rais ini bertolak belakang dengan sosok Ahmad Syafii Maarif. Tokoh yang juga mantan Ketua Umum Muhammadiyah itu memang seakan memberikan perbandingan ekstrim dengan sikap M. Amien Rais. Sikap keduanya seakan bumi dan langit.
Usai mengemban amanah warga Muhammadiyah, Syafii Maarif memposisikan diri sebagai intelektual dan guru bangsa. Ia memang menjadi penasehat Baitul Muslimin, organisasi sayap PDI Perjuangan. Namun praktis Syafii Maarif jauh dari persentuhan politik praktis.
Mantan pucuk pimpinan Muhammadiyah itu lebih hadir sebagai sosok bapak bangsa. Komentar atau pernyataan politiknya selalu bernuansa high politik atau biasa disebut sebagai pesan moral politik.
Walau beliau berada di lingkungan PDI Perjuangan tetap konsisten memerankan sebagai sosok guru bangsa. Kritik-kritiknya mengarah kepada seluruh komponen bangsa. Bahkan kadang PDI Perjuangan juga terkena sentilannya.
Namun demikian, beliau tetap dihormati oleh kalangan partai manapun. Termasuk kalangan internal PDI Perjuangan sangat menghormatinya sekalipun memberikan kritik tajam yang juga mengenai ke internal partai.
Kader PDI Perjuangan bahkan selalu merasa berterima kasih jika beliau menyentil agak pedas. Sebab yang beliau sentil selalu menyangkut kepentingan bangsa keseluruhan. Ia seperti seorang ayah yang “memarahi” anak-anaknya tanpa rasa kebencian sehingga siapapun yang berpikir jernih merasa mendapat percikan kasih sayangnya.
Yang menarik, walau beliau mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah tidak pernah sekalipun mengarahkan warga Muhammadiyah pada pilihan politik tertentu. Bahkan belum sekalipun misalnya menghimbau warga Muhammadiyah untuk memilih PDI Perjuangan. Ia hanya memperlihatkan perilaku politik bersemangat kebangsaan dengan landasan nilai moral keislaman sehingga warga Muhammadiyah di partai manapun merasakan damai dan nyaman dalam pilihan politiknya.
Syafii Maarif sangat memahami konsistensi dan komitmen organisasi Muhammadiyah terhadap dinamika politik. Bahkan demikian konsistennya kesadaran “BerMuhammadiyah” praktis tak pernah mengkaitkan aktivitas moral politiknya dengan Muhammadiyah. Ia biarkan warga Muhammadiyah lebih melihat dan mencontoh akhlak berpolitik dan bukan sikap politik instan yang memaksimalkan ikatannya dengan Muhammadiyah.
Syafii Maarif sangat menyadari nilai penting pendidikan politik bagi warga Muhammadiyah di samping tentu saja demi kebaikan Muhammadiyah sebagai Ormas Islam. Keberpihakan politik kepada partai dan Capres-cawapres tertentu bukan hanya jauh dari perilaku politik sehat, bahkan dapat mengganggu kinerja sosial Muhammadiyah.
Dari sini terlihat moralitas Syafii Maarif yang tak mau terjebak kepentingan politik instan. Apalagi yang dapat mengganggu kinerja sosial Muhammadiyah.
Ahmad Syafii Maarif telah memberikan contoh indah tentang moralitas politik yang menebarkan pendidikan moral politik indah kepada seluruh rakyat negeri ini terutama warga Muhammadiyah.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI.