SUMENEP, koranmadura.com – Pemerintah memutuskan untuk impor jagung pakan ternak sebanyak 50 ribu hingga 100 ribu ton pada akhir 2018. Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kebutuhan pakan ternak nasional.
Menanggapi hal itu, Kepala Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Sumenep, Bambang Heriyanto meyakini, kebijakan pemerintah pusat tidak akan mempengaruhi petani di Sumenep.
“Petani jagung tidak akan terpengaruh oleh kebijakan pemerintah terkait impor jagung. Karena, petani di Sumenep ini sudah mandiri,” katanya, saat dikonfirmasi.
Menurutnya, selama ini, sebanyak 60 persen petani Sumenep masih mengunggulkan jagung varietas lokal. Sementara budi daya jagung lokal saat ini tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Manding, Talango, dan Kecamatan Guluk-Guluk.
“Dengan kualitas jagung lokal, para petani di Sumenep akan tetap kuat, dan tidak akan terpengaruh pada kebijakan impor jagung,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, Sumenep memiliki luas 117.125 hektare lahan jagung yang tersebar di 27 kecamatan baik daratan maupun kepulauan. Sementara produksi jagung mencapai 2 hingga 3 ton per hektare.
“Dari lahan produktif itu, mampu memproduksi jagung 234.250 ton hingga 351.375 ton per hektare setiap tahun,” jelas Bambang.
Oleh sebab itu, lanjut Bambang, pihaknya menyarankan supaya para petani tidak resah dengan kebijakan impor jagung yang dilakukan pemerintah. Diyakini keputusan tersebut tidak akan berdampak buruk terhadap petani lokal, apalagi impor jagung untuk jenis hibrida.
“Kami harap masyarakat tenang. Tidak usah khawatir dengan kebijakan pemerintah yang akan mengimpor jagung,” katanya menyarankan. (JUNAIDI/ROS/VEM)