Oleh: MH. Said Abdullah*
Data tentang penduduk buta huruf di Kabupaten Pamekasan yang masih berkisar 16 ribu sebagaimana dipaparkan Dinas Pendidikan setempat layak pendapat perhatian serius. Angka itu tergolong cukup besar untuk ukuran tingkat kabupaten.
Yang perlu lebih dicermati jumlah penduduk buta huruf itu justru ada di Kabupaten Pamekasan yang menyandang sebagai kota pendidikan di pulau Madura. Tentu kita berharap data itu tidak mengindikasikan daerah lain di Madura berpotensi memiliki angka buta huruf yang jauh lebih besar. Jangan sampai terjadi paparan fakta bahwa jika di Kota pendidikan saja besar apalagi kota lainnya.
Sebenarnya pemerintah sangat serius memperhatikan persoalan buta huruf ini. APBN menganggarkan relatif memadai untuk menekan angka buta huruf melalui program Keaksaraan Fungsional (KF). Program tersebut memanc masih belum tuntas, dan akan terus berjalan hingga beberapa tahun ke depan.
Namun demikian, data dan fakta yang terungkap ini perlu mendapat perhatian lebih serius lagi. Bagaimanapun persoalan buta huruf jika masih banyak jumlahnya di era sekarang terasa agak ironis.
Kebijakan negara dalam soal pendidikan sejak amandemen UUD 1945 secara normatif sangat jelas dan tegas. Pengalokasian dana APBN 20 persen untuk pendidikan, telah menjadi komitmen pemerintah. Ini menegaskan bahwa secara kebijakan bahkan normatif tidak ada lagi hambatan.
Karena itu penting dengan terpaparnya data angka buta huruf yang masih relatif tinggi segera mendorong pihak terkait untuk lebih optimal berusaha mengurangi dan bahkan diharapkan dalam waktu relatif cepat tak ada lagi masyarakat yang masih mengalami problem ketakberdayaan aksara itu.
Memang terasa aneh di era melenial ini masih ada masyarakat yang buta huruf. Ketika informasi dan komunikasi telah menyebar luas sampai ke sudut-sudut pedesaan seharusnya kasus buta huruf tidak ada lagi.
Penting di sini perlunya partisipasi masyarakat untuk bersama-sama pemerintah berusaha menyentuh persoalan buta huruf. Agaknya persoalan buta huruf ini lebih karena faktor psikologis, keengganan akibat pemahaman yang belum sepenuhnya menyadari tentang nilai penting ilmu pengetahuan, informasi dan sebagainya
Dengan ketersediaan prasarana termasuk pula akses informasi dan komunikasi yang relatif lebih mudah sekarang ini peluang penyelesaian persoalan buta huruf dapat lebih cepat. Apalagi jika seluruh lapisan masyarakat ikut serta bersama-sama membantu mengatasi.
Tantangan kehidupan ke depan sangat jelas membutuhkan kemampuan dan kualitas pendidikan. Jangankan buta huruf, bahkan jika tanpa bekal pendidikan memadai siapapun akan sulit bersaing di era sekarang ini.
Dari data yang diberitakan koranmadura.com ini diharapkan menjadi pembelajaran untuk kemudian memacu dan meningkatkan kerja keras seluruh masyarakat Madura tanpa kecuali. Peningkatan kualitas pendidikan masyarakat sampai ini masih tetap menjadi pintu utama untuk membebaskan masyarakat dari keterbelakangan, kemiskinan menuju kehidupan lebih sejahtera dan berperan dalam kemajuan peradaban.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI.