SAMPANG, koranmadura.com – Jajaran Satreskoba Polres Sampang, Madura, Jawa Timur, masih kelimpungan menciduk aktor bandar narkoba yang beredar di wilayahnya meski sebelumnya telah mengantongi sebuah identitas yang diduga kuat sebagai bandar pasca penangkapan beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Polres Sampang berhasil mengamankan bandar sabu di Jalan Jatra Timur, Kecamatan Banyuates, seberat 8,75 kg tahun 2017 lalu.
Kasubag Humas Polres Sampang, Ipda Puji Eko Waluyo mengatakan, untuk penangkapan bandar narkoba di wilayahnya diakuinya tidak semudah membalikan telapak tangan meski sebelumnya ada sejumlah nama seperti inisial S pasca penangkapan Sabu seberat 8,75 kg.
Bahkan, baru-baru ini pihaknya juga mengantongi inisial YS setelah mendapat pengakuan Subairi (40), pengedar sabu asal Desa Nepa, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, yang diciduk di Jalan Kusuma Bangsa dengan barang bukti 2 bungkus plastik masing-masing berisi 20,5 gram dan 5,5 gram sabu yang disimpan dalam dasbor mobilnya, Rabu, 7 November 2018 lalu.
“Ya mau ditangkap gimana kalau orangnya tidak ketemu, karena orangnya tidak ada,” tuturnya, Kamis, 15 November 2018.
Menurut Ipda Puji mengatakan, penangkapan seseorang meski sebelumnya diinformasikan sebagai pengedar atau bahkan bandar, haruslah berdasarkan prosedur sperti penyelidikan ataupun pengintaian serta memastikan keberadaan sabu di tangan terduga.
“Biasanya seorang bandar itu tidak pegamg BB, jadi sulitnya disitu. Kami bukan mau membiarkan bandar. Kami akan melalukan penangkapan apabila informasi-informasi yang ada itu akurat misal saat transaksi ataupun menyimpan sabu. Dan apabila kami asal main tangkap tanpa ada barang bukti, kita yang kenak karena tidak profesional,” ujarnya.
Lanjut Ipda Puji menjelaskan, sulitnya melakukan pengungkapan bandar sabu di wilayahnya karena para bandar mengunakan sistem putus rantai.
“Para pengedar yang kami bekuk semuanya tidak memberikan informasi apapun mengenai bandar. Para pengedar langsung putus mata rantai, kebanyakan pengedar bungkam dan memberikan keterangan yang sifatnya mengelabuhi petugas. Kasarannya, pengedar itu tidak mau gigit yang di atasnya. ini lagi, bandar narkoba itu kebanyakan tidak tahu-menahu soal pembelinya,” jelasnya.
Namun sejauh ini, untuk pengungkapan kasus narkoba di wilayahnya, pihaknya mengumpulkan informasi dari sejumlah pihak, baik masyarakat maupun tokoh masyarakat. Hanya saja kebanyakan masyarakat merasa ketakutan ketika diminta informasi soal narkoba dan dijadikan saksi.
“Saksi itu punya hak perlindungan dari kami. tapi kebanyak masyarakat takut dijadikan saksi. Intinya bandar memakai sistem putus rantai, itu yang menjadi kesulitan kami,” tandasnya. (MUHLIS/ROS/VEM)