SAMPANG, koranmadura.com – Kepergian Subaidi, warga Desa Tamberu Timur, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang menyisakan duka mendalam bagi keluarga dan temannya. Lebih-lebih istrinya Nurfaizah. Sebab pria yang juga jadi anggota PPS itu adalah tulang punggung keluarga. Bagaimana sosoknya di mata istri dan temannya?
Istri korban, Nurfaizah menuturkan bahwa sebelum menjadi tukang gigi selama setahun di Malang, suaminya merupakan pekerja serabutan guna memenuhi kebutuhan keluarga.
“Semua dikerjakan, pernah jadi kuli bangunan, pernah jadi tukang angkut batu, pabrik air. Dan almarhum bertanggung jawab sekali untuk keluarga,” tutur Nurfaizah, istri korban Subaidi, Selasa, 27 November 2018.
Menurutnya Faizah, sapaan Nurfaizah, sosok Subaidi diakuinya adalah seorang yang sederhana, ramah dan murah senyum. Bahkan dirasa tidak pernah marah terhadap dirinya.
Nurfaizah terus menceritakan, semenjak kerja jadi tukang gigi di Malang, dirinya rutin setiap hari selalu memberikan perhatian via telepon maupun video call guna menanyakan kabar dan memberikan semangat kepada suaminya.
“Almarhum biasanya pulang sebulan sekali. Tapi kadang jika ada acara ya pulang meski tidak sampai sebulan,” akunya.
Sebelum peristiwa penembakan, Nurfaizah menuturkan bahwa suaminya sempat memberitahukan bahwa ada seseorang dengan nomor tak dikenal menelponya untuk memasang gigi. Orang yang tidak dikenal itu berasal dari Desa Sokobanah Laok.
“Jauh-jauh hari memang ada telepon via Whatapps dan almarhum bilang ada orang Sokobanah Laok mau masang gigi. Bahkan nomor tak dikenal itu berulang kali menelpon korban menanyakan kepulangannya dari Malang dan korban menjanjikna sebelum maulid. Nah hari Minggu pulang, dan ketika di rumah, orang itu kembali menanyakan kapan, dan korban menjanjikan setelah maulid. Pada Rabu, 21 November, orang itu kembali tanya lagi kapan, dan korban menjawab sebentar lagi berangkat. Asal tahu, nomor itu baru dan tidak pernah tersimpan di WA korban,” paparnya.
Dengan merasa kehilangan tulang punggung keluarganya, Nurfaizah berharap kepada polisi agar penanganan kasus penembakan suaminya ditangani seserius mungkin supaya ke depannya tidak lagi ada korban lagi.
“Cukuplah suami saya yang jadi korban. Agar ulama-ulama tidak dilecehkan, direndahkan ataupun dihujat serta menjadi pembelajaran ke depannya. Sedangkan untuk pelaku, saya dan seluruh keluarga berharap agar dijatuhi dengan hukuman seberat-beratnya, kalau bisa hukuman mati,” pintanya.
Sementara, Abdurahman, salah satu teman korban saat berada di pondok menceritakan, Subaidi adalah seorang dengan royalitasnya tinggi, polos dan penyabar.
“Almarhum lulusan tahun 2008 lalu. Orangnya royal apalagi kepada saya yang selalu ditraktir makan. Dan setahu saya, orangnya polos dan sabar. Saya sekelas sejak MTs hingga MA,” akunya.
Untuk diketahui, untuk sementara motif penembakan Subaidi, warga Desa Tamberu Timur, Kecamatan Sokobanah, dikarenakan Idris (30) warga Dusun Klompang, Desa Tamberu Laok, yang tidak lain sebagai pelaku penemabakan merasa sakit hati lantaran unggahan video di medsos FB oleh korban. Subaidi ditembak di Dusun Gimbuk Timur, Desa Sokobanah Laok, pada Rabu, 21 November 2018 lalu. (MUHLIS/SOE/DIK)