SUMENEP, koranmadura.com – Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, mencatat, selama 2018 kasus perceraian yang masuk mencapai 1.541 perkara. Angka tersebut meningkat dari tahun sebelumnya.
“Kalau melihat perkara perceraian tiap bulannya, setelah direkapitulasi, ada peningkatan dibanding dengan tahun lalu. Tahun ini totalnya 1.541. Sedangkan tahun lalu 1.400 perkara,” ungkap Panitera Muda (Pamud) Hukum PA Sumenep, M. Arifin.
Berdasarkan data yang ada, ada banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka perceraian di kabupaten paling timur Pulau Madura ini. Dari sekian faktor, yang paling dominan ialah perselisihan yang terus menerus.
Kasus perceraian yang disebabkan adanya perselisihan yang terus menerus mencapai 1.017 perkara. Faktor kedua ialah karena ditinggalkan oleh satu pihak. Angkanya sebanyak 88 perkara.
Faktor lainnya ialah karena persoalan ekonomi 79 perkara; kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 53 perkara; dan ada beberapa faktor lagi, seperti kawin paksa, mabuk, dihukum penjara, zina, cacat badan, dan poligami.
Arifin menjelaskan, sebetulnya pihaknya sudah melakukan beberapa upaya untuk menekan angka perceraian. Di antaranya majelis selalu menasehati agar rukun kembali setiap kali sidang.
“Upaya lainnya ialah dengan cara melakukan mediasi. Mediasi biasanya dilakukan dua kali. Tapi kalau masih ada waktu, bisa lebih dari itu. Cuma kalau ke PA memang niatnya sudah ingin bercerai, biasanya sulit untuk dimediasi. Tingkat keberhasilannya sangat rendah,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/ROS/VEM)