MADURA, koranmadura.com – Anggota Satgas Antimafia Sepak Bola Mabes Polri terus berupaya menuntaskan penanganan kasus pelacuran skor di dunia sepak bola Tanah Air. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo, mengatakan penanganan kasus tersebut akan dilakukan secara maksimal dengan memeriksa semua pihak yang memiliki keterkatian.
“Kami pastikan penanganan kasus pengaturan skor dalam sepak bola berjalan maksimal. Minggu depan kami memanggil semua saksi,” kata Dedi.
Hingga Jumat 28 Desember 2018, Satgas bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu telah menangkap sedikitnya empat tersangka terkait dengan mafia sepak bola. Mereka ialah Dwi Irianto alias Mbah Putih, Priyanto alias Mbah Pri, Anik Yuni Artikasari alias Tika, dan Tjan Lin Eng alias Johar. Kini, keempatnya tengah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.
Dedi menjelaskan para tersangka terancam hukuman lima tahun. Mereka dikenai pasal penipuan dan/atau penggelapan dan/atau tindak pidana suap dan/atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud Pasal 378 KUHP dan/atau Pasal 372 KUHP dan/atau UU RI No 11/1980 tentang Tindak Pidana Suap dan/atau Pasal 3, 4, 5 UU RI Nomor 8/2010 tentang TPPU.
“Penyidik di lapangan hari ini (kemarin) menangkap seorang lagi tersangka, yakni Mbah Putih. Salah seorang anggota Komdis PSSI ini diterbangkan ke Jakarta. Mbah Putih diduga penyandang dana seperti halnya tersangka TL (Tjan Lin Eng alias Johar) yang juga berperan sebagai penyandang dana,” ujar Dedi.
Wakil Ketua Komdis PSSI Umar Husin mengatakan status Dwi Irianto di Komdis telah dinonaktifkan. “Setelah namanya disebut-sebut di televisi itu sudah tidak dilibatkan lagi. Sudah lama namanya tidak ada dalam setiap putusan kami.”
Sebelumnya, polisi memaparkan peran setiap tersangka dalam peng-aturan skor sepak bola nasional. Johar diduga berkongkalikong dengan Priyanto sebagai mantan anggota Komisi Wasit PSSI.
Mereka berdua mencari wasit yang bisa diajak kompromi untuk sebuah pertandingan. Tika diduga berperan menyalurkan fulus dari manajer klub. Uang itu lalu dibagikan kepada Priyanto dan Johar. Menurut penyidik, sejauh ini Mbah Putih tengah menjalani pemeriksaan lanjutan di Posko Satgas Antimafia Sepak Bola di Polda DIY.
Di sisi lain, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono memaparkan Tjan Lin Eng alias Johar menjabat anggota Komite Eksekutif Persatuan Sepak Bola Indonesia sehingga dapat mengatur Kompetisi Liga 2 dan Liga 3 pada 2018.
“Iya, Ketua Asosiasi Provinsi PSSI Jateng itu berperan dalam pembagian grup di Liga 2 dan 3. Pihak yang melobinya bakal ditaruh di grup ringan,” ungkap Argo.
Nama Johar mencuat dalam sebuah acara di salah satu televisi swasta ketika Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono yang menjadi narasumber membeberkan mekanisme pengaturan skor dalam acara tersebut. Budhi menyebut Johar sempat meminta uang Rp500 juta agar Banjarnegara bisa menjadi tuan rumah fase gugur kompetisi Liga 3
DWI Irianto telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus penipuan dan pengaturan skor di kompetisi Liga 3 2018 oleh pihak Kepolisian. Penangkapan Dwi ini merupakan buntut pelaporan hukum yang dilakukan manajer tim Persibara Banjarnegara, Lasmi Indrayani.
Ia akan menjalani pemeriksaan lebih intensif di Polda Metro Jaya bersama tiga tersangka lain yang lebih dahulu dicokok pihak berwajib setelah diamankan di Yogyakarta. Tiga tersangka lain ialah anggota Komite Eksekutif ( Exco) PSSI Johar Lin Eng, mantan Komisi Wasit Priyanto, dan Anik Yuni Artika yang dikenal wasit futsal.
Seperti diketahui, Dwi merupakan salah satu anggota Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Kabar ini tentu mencoreng kredibilitas badan peradilan PSSI tersebut. Walhasil, Komdis PSSI pun berjanji bakal menyiapkan sanksi kepada pria yang juga dikenal dengan nama Mbah Putih itu.
“Iya kami akan menjatuhkan sanksi untuk pak Dwi,” tegas Wakil Ketua Komdis PSSI Umar Husin.
Meskipun demikian, Umar menilai sanksi tersebut sulit dijatuhkan jika Lasmi enggan memenuhi panggilan Komdis PSSI. Keterangan Lasmi dianggap penting untuk mengkonfirmasi bukti-bukti untuk membuktikan Dwi bersalah.
Lasmi sendiri menolak hadir dalam sidang Komdis yang diselenggarakan Jumat 28 Desember 2018 lalu karena merasa sudah menyerahkan kasusnya kepada pihak Kepolisian. Putri dari Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono ini pun juga menilai tidak memiliki kewajiban untuk datang memenuhi panggilan PSSI karena sudah tidak lagi menjadi bagian PSSI pasca kompetisi Liga 3 berakhir.
“Kenapa kita butuh ketemu bu Lasmi karena pengalaman sebelumnya sering kali apa yang disampaikan ke media dan ke kami itu berbeda. Makanya kita perlu konfirmasi dan verifikasi pernyataan bu Lasmi. Kita juga perlu bukti untuk melihat keterlibatan pak Dwi,” imbuh Umar.
Perihal status Dwi di Komdis, pria yang lahir di Probolinggo ini menyatakan status yang bersangkutan telah dinonaktifkan.
“Setelah namanya disebut-sebut di televisi itu sudah tidak dilibatkan lagi. Sudah lama namanya tidak ada dalam setiap putusan kami,” tutupnya.
Sementara itu, manajer Madura FC, Januar Herwanto, berharap kasus ini bisa segera terselesaikan dan menjadi pelajaran bagi pelaksanaan kompetisi sepak bola selanjutnya.
Januar yang juga dimintai keterangan Satgas Antimafia Sepak Bola di Mapolres Sumenep bersama pelatih Madura FC, Salahuddin dan pemainnya, Chairul Rifan, mengatakan kasus pengaturan skor di liga resmi itu cukup menciderai jagad sepak bola Indonesia.
“Bagaimana tidak, kasus seperti ini bisa terjadi di sebuah pertandingan resmi,” katanya. (G. MUJTABA/DIK)