PAMEKASAN, koranmadura.com – Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan monumen Arek Lancor (Arlan) Pamekasan, Madura, Jawa Timur ditertibkan oleh pemerintah setempat. Namun, penertiban tidak diimbangi solusi yang tepat. Sehingga, para pejuang ekonomi kelas bawah tersebut tidak punya tempat pasca berjualan.
Para PKL merasa diusir, karena penertiban yang dilakukan Satpol PP, Polisi dan TNI itu tanpa solusi. Baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Bahkan, mereka menuding penertiban yang dilakukan pemerintah menggunakan cara represif atau penindasan, karena tidak melayangkan surat pemberitahuan terlebih dulu kepada mereka. Yang lebih para, pemerintah tidak menyediakan tempat relokasi.
Karena dua alasan tersebut, PKL menolak ditertibkan. Bahkan pada Selasa, 4 Desember 2018, para PKL membuka paksa pintu gerbang utara Arlan yang sempat disegel Satpol PP.
“Jika pemerintah mau melakukan penertiban harusnya terlebih dahulu memberikan surat pemberitahuan, sekaligus menyiapkan tempat relokasi para PKL,” kata Muhtar, PKL yang beroperasi Arlan, Rabu, 5 Desember 2018.
Kepala Seksi (Kasi) Operasi dan Pengendalian Satpol PP Pamekasan, Misyanto mengatakan telah melakukan sosialisasi kepada PKL bahwa akan ada penertiban. Misyanto mengklaim telah mendapat tanda tangan kesepakatan dari PKL.
“Alhamdulillah kemarin ketika saya melakukan pendekatan atau imbauan di sana, kata mereka siap mematuhi aturan yang ada, kami melakukan pendekatan personal dan mereka memberikan tanda terima,” paparnya.
Jauh hari sebelum penertiban ini dilakukan, Bupati Pamekasan Baddrut Tamam menyampaikan rencana merelokasi PKL Arlan dan PKL kawasan Citra Logam Mulia (CLM) Jl. Kabupaten.
Menurut politikus PKB itu, pemerintah perlu merelokasi PKL di dua titik berbeda itu agar jantung kota Pamekasan bersih.
“Nanti PKL di Arlan dan CLM kami relokasi secara manusiawi, kami sedang mencari tempat, agar PKL tetap berjualan, karena aspek perekonomian penting,” kata Baddrut Tamam, Kamis, 1 November 2018 lalu. (RIDWAN/SOE/VEM)