SUMENEP, koranmadura.com – Kongres Petani dan Santri di Madura yang berlangsung hari ini sampai besok, 22-23 Desember 2018, tidak hanya fokus membahas persoalan maraknya alih fungsi lahan di Madura, khususnya di Sumenep.
Aktivis BATAN (Barisan Ajaga Tana Ajaga Na’ Potoh), A. Dardiri Zubairi mengungkapkan, dengan adanya kongres yang berlangsung di Pondok Pesantren Nasy’atul Muta’allimin kali ini, nantinya terbentuk suatu wadah yang dapat menjadi tempat para petani untuk saling belajar.
“Harapan kami, setelah kongres selesai ada semacam wadah. Agar petani di Madura, khususnya di Sumenep, memiliki organisasi yang memungkinkan mereka untuk saling belajar tentang pertanian. Misalnya menyangkut kearifan para petani dulu dalam pembuatan pupuk organik,” ungkapnya.
Baca: Kongres Petani dan Santri di Madura Digelar, Ini Respons PCNU Sumenep
Menurut dia, saat ini para petani sudah banyak yang meninggalkan pupuk organik. Mereka lebih bergantung kepada pupuk kimia. Hal itu, sambungnya, secara tidak langsung sebetulnya telah menghancurkan kearifan lokal yang dimiliki oleh petani itu sendiri.
“Tak hanya pupuk, benih sekarang petani juga banyak yang beli. Jadi semuanya seakan-akan harus beli. Padahal seandainya mau, bareng-bareng petani bisa memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya, dan itu gratis,” tegasnya.
Seperti diketahui, Kongres Petani dan Santri di Madura digelar, salah satunya, memang sebagai respons atas semakin menumpuknya persoalan agraria di tengah-tengah “remuk-lebamnya” gerakan masyarakat melawan kekuatan kapitalis.
“Kegiatan ini juga untuk merancang dan menggagas strategi gerakan petani melalui perumusan oraganisasi dan arah juang petani dan santri di Madura,” ujar Koordinator FNKSDA Sumenep, Moh. Roychan Fajar, selaku salah satu pihak penyelenggara. (FATHOL ALIF/SOE/DIK)