Oleh: MH. Said Abdullah*
Setelah Calon Presiden Nomor urut 2 Prabowo Subianto menyampaikan pidato kebangsaan, di tengah masyarakat mengeliat pertanyaan tentang konsepsi kepemimpinan. Masyarakat bertanya-tanya apa konsepsi kepemimpinan telah berubah sejalan perkembangan waktu. “Kalau sebelumnya selalu kepemimpinan berusaha membangkitkan optimisme, keyakinan pencapaian cita-cita, adakah sekarang berubah menjadi sebaliknya.”
Konteks pertanyaan itu memang sepenuhnya terkait pidato dan berbagai pernyataan Prabowo sebagai Calon Presiden pada Pilpres mendatang. Praktis sebagian besar lontaran Prabowo bernada pesimisme dan kecenderungan menebarkan ketakutan. Yang paling kontroversial tentang Indonesia bubar dan pernyataan Prabowo jika dirinya kalah dalam Pilpres mendatang Indonesia akan punah.
Apalagi sebutan selain menebar ketakutan dan pesimisme dari dua pernyataan Prabowo itu. Jangan lupa masih banyak pernyataan lainnya yang bahkan kadang seperti menciderai perasaan sebagian rakyat. Melecehkan ojek online dan yang terbaru menyebut gaji dokter kalah dengan gaji tukang parkir dan entah apalagi.
Kepemimpinan sejatinya menumbuhkan optimisme. Membangkitkan semangat orang-orang yang dipimpin untuk meraih cita-cita ideal. Mengarahkan dan memberi bimbingan bagaimana meraih keberhasilan agar tercapai cita-cita. Terasa di sini berbagai lontaran Prabowo Subianto sebagai Calon Pemimpin, sangat paradoks dan kontradiktif.
Sebagai Calon Presiden, yang seharusnya menumbuhkan keyakinan malah bersikap sebaliknya, mengecilkan rasa percaya diri masyarakat. Yang seharusnya membangkitkan keberanian malah menebar ketakutan.
Benar kadang seorang pemimpin perlu memaparkan fakta dan data tentang situasi medan yang katakanlah berat kepada rakyat yang dipimpinnya. Namun penyampaian untuk menanamkan tekad, membangkitkan keberanian dalam menghadapi tantangan berat. Bukan justru mengecilkan sehingga –alih-alih bangkit keberanian- malah sebaliknya rakyat justru makin ketakutan.
Hal menarik lain dari berbagai pernyataan Prabowo Subianto kecenderungan memaparkan data salah yang lagi-lagi bernuansa menebarkan ketakutan. Pernyataan terbaru dalam pidato kebangsaan Prabowo menyebut militer RI lemah padahal di dunia menempati peringkat ke 15 dan di Asia menempati posisi ke empat. Lainnya ketika menyebutkan cadangan beras hanya cukup tiga minggu. Padahal berdasarkan penjelasan Bulog ada cadangan 1,3 ton beras yang aman untuk enam bulan ke depan.
Deretan penyebaran ketakutan yang selalu terulang dan lemahnya akurasi data ini memang menimbulkan tanda tanya. Apakah memang merupakan bagian dari strategi kampanye atau sekedar kecerobohan dari Tim Kampanye Prabowo-Sandiaga.
Sulit dimengerti jika berbagai kelemahan akurasi data disebabkan kecerobohan. Sebab, di Tim Prabowo Sandi berkumpul pakar-pakar yang memiliki kemampuan dalam persoalan data. Rasanya, sangat diragukan jika seorang mantan Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso tidak mengetahui posisi peringkat kekuatan militer Indonesia baik di dunia maupun di kawasan Asia.
Pernyataan Prabowo bahwa jika di Indonesia memiliki emas harus dikuasai tak kalah mengejutkan. Bukankah pemerintah Presiden Jokowi belum lama ini baru menyelesaikan divestasi 51 persen saham Freeport? Sebuah langkah yang hampir mustahil dilakukan karena berbagai kompleksitas kesepakatan pemerintah sebelumnya yang sangat merugikan kepentingan Indonesia.
Dengan mencermati berbagai gambaran kapasitas dan kemampuan Tim Kampanye Prabowo-Sandi rasanya mustahil mereka terjebak dalam kecerobohan akurasi data. Bisa jadi, sebagaimana belakangan banyak terungkap, berbagai distorsi informasi yang disebar diduga merupakan rangkaian strategi kampanye. Bagaimana menebarkan distorsi informasi bahwa pemerintah gagal misalnya dalam menyiapkan cadangan beras sehingga masyarakat ketakutan. Menyebarkan informasi ketakutan soal selang cuci darah di RSCM, BUMN yang disebut-sebut bangkrut dan masih banyak lagi. Ada nuansa massif dan sistematis sehingga tidak lagi mengesankan kesalahan teknikal.
Belakangan masyarakat menemukan titik terang ketika mengetahui lagi nama Rob Allyn ternyata masih menjadi konsultan Prabowo. Sosok warga Amerika Serikat kelahiran 18 Oktober 1959 ini terkenal sebagai master rekayasa dan jago pemutarbalikan fakta. Masyarakat, dalam konsepnya dijejali berbagai distorsi informasi tanpa peduli dampak buruk seperti munculnya konflik sosial. Yang terpenting adalah keberhasilan dari politisi yang membayarnya.
Rasanya tidak salah pesan Komandan Sesko TNI Letjend TNI Agoes Sutomo yang mengingatkan antara lain tentang potensi ancaman yang dapat menyeret negeri ini ke dalam konflik seperti Suriah. Salah satunya, jelas Agoes Sutomo melalui rekayasa terjadi gejolak kerusuhan. Ini, lanjutnya, diawali melalui penciptaan gejolak untuk menanamkan rasa saling curiga, saling buruk sangka sesama anak bangsa, antar agama, antar suku, antar ulama, antar pengamat, antar kampus, antar parpol, antar tokoh bangsa. “Kita semua seolah dipaksa dan digiring kepada satu titik yaitu perang. Sekecil apapun masalah diperuncing dan diprovokasi,” tegasnya.
Seluruh potensi masyarakat di negeri ini seharusnya mencermati pesan Letjend Agoes Sutomo bahwa Indonesia yang memiliki kekayaan alam luar biasa itu sudah pasti menjadi incaran kekuatan luar. Mereka dengan segala cara berusaha mengacaukan situasi negeri ini agar dapat mengeruk keuntungan sepuasnya tanpa mempedulikan penderitaan rakyat negeri ini.
Karena itu penting menjaga ikatan persaudaraan dan persatuan sebagai menjadi prioritas utama. Perbedaan politik tidak boleh merusak kedamaian negeri ini.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI