SUMENEP, koranmadura.com – Sejumlah jurnalis yang bertugas di wilayah Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur menggelar aksi di Jalan Trunojoyo, Rabu, 9 Januari 2019.
Aksi solidaritas yang dilakukan oleh jurnalis online yang tergabung di Asosiasi Media Online Sumenep (AMOS) itu sebagai bentuk kutukan dan mengecam keras terhasdap kasus kekerasan yang menimpa salah satu jurnalis Memoonline.co.id Ahmad Jalaluddin Faisol (22) di Kabupaten Pamekasan.
“Kami mengutuk keras dan menyesalkan peristiwa kekerasan yang dialami insan pers di Pamekasan. Bagaimanapun itu masih saudara kita, apabila disakiti kami juga merasa sakit saudara,” kata Moh. Hayat wartawan senior di Kabupaten Sumenep.
Menurutnya, jurnalis saat menjalankan tugasnya dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999. Sesuai yang termaktub dalam UU itu disebutkan pada pasal 4 ayat 3 UU tersebut bahwa pers berhak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Selanjutnya, barang siapa menghalang-halangi pelaksanaan upaya mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Oleh karena itu, pihaknya mewakili insan pers yang ada di AMOS meminta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus tersebut.
“Peristiwa itu menambah panjang daftar tindak kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, makanya kami minta kepolisian untuk mengusut tuntas pelaku tanpa memandang bulu,” tegas pria yang juga sebagai pendiri Asosiasi Media Online Sumenep (AMOS) itu.
Kutukan itu juga dilontarkan oleh Ahmadi Ketua AMOS. Menurutnya, aksi tersebut termasuk aksi premanisme yang perlu diusut tuntas oleh penegak hukum.
“Makanya kasus ini harus diungkap tuntas oleh Polisi,” tegasnya.
Mestinya kata mantan aktivis Malang itu, apabila terdapat ketidaksesuaian atau kesalahan, pihak yang dirugikan melakukan hak jawab, bukan melakukan aksi kekerasan.
Sebab, pemberian klarifikasi atau hak jawab diatur pada Pasal 1 (11,12 dan 13) UU Nomor 40 tahun 1999. “Perlakuan oknum itu jelas melanggar UU, kami minta penegak hukum profesional dalam memproses kasus ini,” tegasnya.
Diketahui, peristiwa penganiayaan terjadi di Balai Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan, Kabupaten Pamekasan Senin, 7 Januari 2019 sekitar pukul 10.30 WIB, saat Ahmad Jalaluddin Faisol (22) melakukan peliputan kegiatan pekerjaan proyek rekonstruksi penahan tebing dan pokmas di Desa Plakpak.
Saat itu Faisol sapaan akrabnya mengaku kekerasan dengan cara dicekik lehernya oleh oknum Ketua Pokmas. Aksi tersebut sempat terekam. Akibat aksi tersebut Faisol mengalami luka gores pada leher bagian kiri dan langsung melaporkan ke Polres Pamekasan dengan surat bukti lapor LP/10/1/2019/Jatim/Res Pmk tanggal 07 januari 2019. Hingga saat ini belum diketahui penyebab aksi kekerasan tersebut. (JUNAIDI/SOE/VEM)