SUMENEP, koranmadura.com – Kata orang, hidup dan nasib adalah sub sistem keteraturan holistik yang sempurna. Seseorang tetap harus berbuat sesuatu untuk kehidupannya. Karena itu, keterbatasan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk tak berkreasi.
Pelajaran moral seperti itu didapat wartawan media ini saat berkunjung ke salah satu rumah warga di Desa Torbang, Kecamatan Batuan, Sumenep, Madura, Jawa Timur, Kamis pagi, 10 Januari 2019.
Dia adalah Misnaya. Pria kelahiran tahun 1983 ini merupakan salah seorang difabel. Meski kedua tangannya tak sempurna, namun dia tak berhenti berkreasi dengan menekuni seni lukis.
Misnaya mengaku sudah memiliki hobi melukis sejak duduk di bangku SMP, dan mulai aktif melukis sejak tahun 2000-an. Saat itu dia bergabung dengan kelompok perupa di kabupaten paling timur Pulau Madura.
Lukisan realis yang digelutinya sekarang bukan lagi sekadar menyalurkan hobi. Tapi sudah menjadi sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama anak dan istrinya.
“Ini (melukis) merupakan sumber pendapat saya untuk memenuhi kenutuhan keluarga,” ujar suami dari Salani itu. Saat ini dia bersama istrinya sudah dikaruniai seorang anak laki-laki. Usianya masih sekitar 10 bulan.
Menurutnya, selain menerima pesanan melukis foto yang bisa dikerjakan di rumahnya, dia juga menerima pesanan melukis tembok taman, sekolah, dan lainnya.
Harga lukisan yang dia buat tidak sama. Tergantung ukuran dan tingkat kesulitan lukisan itu sendiri. Untuk harga satu lukisan mulai dari Rp 100 ribu sampai Rp 600 ribu. Bahkan bisa lebih dari itu. (FATHOL ALIF/ROS/DIK)