JAKARTA, koranmadura.com – Beberapa hari terakhir ini, kabar hoaks tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos telah membuat gaduh dan menghebohkan publik. Bahkan beberapa orang dan kelompok memanfaatkan untuk kepentingan politik.
Untung, polisi bergerak cepat dalam menyelidik kasus ini, sehingga pelaku penyebar hoaks berhasil ditangkap. Lalu siapakah dalang di balik kabar bohong ini?
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pun mengapresiasi gerak cepat kepolisian menangkap penyebar hoaks tentang tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos. Namun, KPU masih ingin polisi bekerja lebih giat untuk menjerat dalang di balik kabar bohong yang mengganggu proses demokrasi ini. KPU mencurigai ada pelaku utama dalam hal ini.
“Kami harap proses penegakan hukum ini berjalan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Tapi kami harap bahwa yang diproses hukum itu termasuk siapa yang mendalanginya siapa penyebar hoaks ini,” jelas Pramono di Gedung KPU, Sabtu, 5 Januari 2019.
Seperti diketahui bahwa kepolisian telah meringkus dua penyebar hoaks tujuh kontainer surat suara yang sudah tercoblos. Kedua pelaku terebut berinisial HY dan LS. Mereka ditangkap pada Jumat pagi.
“Sudah diamankan dua orang yaitu HY di Bogor, Jawa Barat dan LS di Balikpapan, Kalimantan Timur,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 4 Januari 2019.
Menurut Dedi, dua orang itu ditangkap karena ikut andil dalam menerima dan menyebarkan kabar hoaks tersebut melalui aplikasi WhatsApp serta sejumlah media sosial lain. Namun diakui oleh Dedi, kedua pelaku belum ditetapkan sebagai tersangka.
Pramono meyakini bahwa hoaks tersebut bukan hanya sekadar lelucon, tetapi sengaja dicipta untuk menghancurka kredibilitas KPU sebagai penyelenggara pemilu.
“Sebab kami duga ini bukan sesuatu yang bersifat natural atau sporadis,” ujarnya.
Kecurigaan itu, kata Pramono dimungkinkan karena insitusinya kerap menerima kritik dan tudingan tidak netral menyangkut kebijakan dan aturan yang mereka buat. Akan tetapi, ia tak terima apabila serangan-serangan tersebut sengaja dibentuk untuk meruntuhkan kredibilitas KPU.
“Tapi kalau tujuannya untuk meruntuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu maka kami harus proses secara hukum,” imbuh Pramono.
Lebih lanjut KPU pun kembali mengingatkan kepada publik agar mengonfirmasi terlebih dahulu suatu kabar yang meragukan dengan bertanya ke akun resmi media sosial atau langsung ke para komisioner. (cnnindonesia.com/SOE/VEM)