SUMENEP, koranmadura.com – Dua kelompok nelayan di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, “memanas” pasca insiden penangkapan empat nelayan asal Kecamatan Dungkek oleh nelayan asal Kecamatan Talango, kemudian diserahkan ke Satpolair, karena diduga menggunakan alat tangkap sarkak sehingga merusak jaring dan bubu, kemarin, 18 Februari 2019.
Bahkan, sejumlah warga asal Kecamatan Dungkek, laki-laki dan perempuan, meluruk kantor Dinas Perikanan Kabupaten Sumenep. Mereka minta kebijakan agar keempat nelayan yang sebelumnya ditangkap dibebaskan bersama satu perahunya. Mereka merasa keberatan atas adanya penangkapan itu karena dilakukan oleh masyarakat, bukan aparat.
Baca: Empat Nelayan Ditangkap, Warga Dungkek Luruk Kantor Dinas Perikanan
Lalu, bisa apa Pemkab Sumenep? Kepala Dinas Perikanan, Arief Rusdi mengatakan, secara aturan sebenarnya pihaknya sudah tidak memiliki kewenangan dalam masalah kelautan. Sebab dari 0-12 mil telah menjadi urusan pemerintah provinsi.
“Tetapi karena pada dasarnya mereka adalah masyarakat Sumenep, maka kami tidak akan tinggal diam. Kami tetap memediasi. Oleh karena itu, begitu kemarin saya mendapat laporan (tentang insiden penangkapan nelayan oleh nelayan, red), langsung saya kontak dari provinsi yang punya wewenang,” ujarnya.
Setelah adanya pertemuan hari ini, menurut Arief, Minggu depan direncanakan ada pertemuan lagi. Pihaknya akan kembali memediasi dua kelompok nelayan yang sedang “memanas”. Di antaranta untuk mencari solusi dari persoalan yang terjadi agar tidak sampai terulang di kemudian hari.
“Nanti kedua belah pihak akan kami pertemukan dalam rangka mencari solusi, bagaimana ke depan nelayan tetap bisa beraktivitas mencari nafkah dan di satu sisi lingkungan (ekosistem laut) tidak sampai rusak. Supaya tidak terjadi konflik antar nelayan,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/SOE/DIK)