Oleh: MH. Said Abdullah*
Polemik tentang materi perdebatan kedua Pilpres ternyata terus berlanjut beredar di tengah masyarakat baik melalui media mainstream maupun media sosial. Pembicaraan masih menyangkut persoalan seksi kepemilikan lahan ratusan ribu hektare dari Calon Presiden Nomor urut 02 Prabowo Subianto.
Berbagai komentar berseliweran, baik dari tim sukses kedua Calon Presiden maupun dari masyarakat luas. Namun sayangnya, ada upaya mempelintir persoalan dengan mengarahkan tudingan seakan persoalan lahan merupakan serangan Calon Presiden Jokowi. Padahal, yang terjadi dapat dilihat secara jelas bahwa pengungkapan lahan Prabowo Subianto merupakan respon atau jawaban Jokowi terhadap kritik Prabowo terkait program bagi-bagi tanah bagi masyarakat kecil.
Sebelum memberikan respons, Jokowi sebagai petahana memberikan paparan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat kecil dengan memberikan kapling-kapling tanah kepada masyarakat kecil untuk dikelola secara produktif. Jokowi juga memberikan pemaparan tentang program sertifikasi tanah rakyat kecil secara massal agar dapat dijadikan pegangan antara lain untuk akses ke lembaga keuangan bila membutuhkan modal.
Prabowo Subianto mempertanyakan tentang pembagian tanah sampai kapan dapat berlanjut dengan keterbatasan tanah sementara peningkatan jumlah penduduk terus berlangsung. Prabowo mengkritisi secara tajam pembagian tanah itu.
Respon Jokowi sangat cepat dan cerdas. Jokowi justru merasa heran dengan tanggapan Prabowo yang mempertanyakan pembagian tanah kepada rakyat kecil yang tak seberapa. Sementara Prabowo sendiri memiliki penguasaan hak guna usaha (HGU) tanah sampai ratusan ribu hektare.
Respons tajam Jokowi ini diplintir seakan sebagai serangan kepada Prabowo padahal sebenarnya merupakan respons menanggapi ‘serangan’ Prabowo. Lebih parah lagi, ketika Tim Sukses Prabowo-Sandi menuding Jokowi menyerang pribadi. Tim Hukum mereka sampai melaporkan ke Bawaslu walau akhirnya Bawaslu menegaskan bahwa apa yang disampaikan Jokowi jika dianggap serangan pribadi oleh Tim Hukum Prabowo Sandi ternyata tidak diatur dalam UU Pemilu sehingga bukan merupakan pelanggaran UU Pemilu.
Terasa memang ada suasana panik dari kubu Prabowo karena pengungkapan data kepemilikan tanah berstatus HGU ratusan ribu hektar itu. Segala cara mereka tempuh termasuk mendatangi Wakil Presiden Jusuf Kalla disamping melaporkan Jokowi ke Bawaslu.
Kepanikan itu tampaknya bukan sekedar karena pengungkapan kepemilikan tanah HGU yang ratusan ribu hektar. Bukankah wajar pejabat publik kekayaannya perlu diketahui masyarakat sehingga jauh dari kebenaran bila disebut menyerang pribadi. Apa yang terungkap dalam debat itu yang paling mendasar sehingga menimbulkan kepanikan karena seperti peribahasa ‘menepuk air di dulang terpercik wajah sendiri.’
Selama ini, Prabowo sangat sering melontarkan pernyataan tajam mengkritik pemerintah bahwa di Indonesia terjadi penguasaan tanah oleh segelintir elite. Itu disampaikan sekitar akhir Maret tahun 2018 yang dimuat di berbagai media. “Saat ini 80 persen tanah di Indonesia dikuasai segelintir orang,” tegasnya, seperti dimuat Kompas, akhir Maret 2018.
Nah, pengungkapan data kepemilikan tanah HGU Prabowo yang muncul dalam debat sudah pasti berbalik memukul dirinya. Ternyata yang selama ini dikritik Prabowo bahwa 80 persen tanah dikuasai segelintir orang, yang segelintir itu salah satu adalah dirinya. Jadi teriakan mengkritisi kepemilikan tanah yang sangat timpang di negeri ini ternyata mengarah kepada dirinya sendiri.
Di sinilah kontroversi sebenarnya mengapa persoalan pengungkapan data kepemilikan tanah berstatus HGU dari Prabowo ramai menjadi perdebatan di tengah masyarakat. Jokowi sama sekali tidak mempersoalkan proses kepemilikannya apakah melanggar UU atau tidak. Jokowi seakan hanya mengingatkan bahwa Prabowo sudah menguasai ratusan ribu hektare tanah. Karena itu janganlah lagi mempersoalan pembagian tanah kepada rakyat kecil yang tak seberapa itu.
Melalui debat kedua yang berlangsung beberapa hari lalu itu masyarakat Indonesia dapat menilai dinamika politik Pilpres. Masyarakat dapat melihat siapa sebenarnya yang memiliki kelayakan memimpin negeri ini ke depan. Apakah tokoh –dalam hal ini Jokowi- yang jelas membagi-bagi kapling kecil tanah untuk rakyat kecil agar hidup sejahtera atau yang menguasai sampai ratusan ribu hektare. Insya Allah, masyarakat Indonesia terbuka pemikirannya.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI