Oleh: MH. Said Abdullah*
Sebuah meme beredar di group-group WhatsApp tentang pernyataan Calon Presiden Nomor urut 02 Prabowo Subianto yang bertekad jika terpilih tidak akan impor apapun. Di meme itu tertulis ‘bulan puasa ini karena tak akan mengimpor apapun termasuk kurma, saat berbuka puasa diganti rengginang.’
Namanya meme arahnya lebih sebagai satire, sindiran bernada humor. Tentu saja yang dimaksud tak seperti yang tertulis: berbuka puasa pakai rengginang. Pesan meme itu mengkritisi dan menegaskan tentang bagaimana hubungan antara negara. Bagaimana sebuah negara saling bergantung melalui mekanisme ekspor impor.
Tidak ada di dunia ini negara yang tidak mengimpor sebagian kebutuhan dalam negerinya. Sehebat apapun, sekaya apapun, sedasyat apapun kejayaan dari negara itu pasti mengimpor. Demikian pula separah apapun kondisi sebuah negara selalu ada potensi yang dapat diekspornya.
Sebuah negara yang memiliki kelengkapan kekayaan alam seperti Indonesia, baik untuk kebutuhan hidup keseharian maupun sekedar memenuhi kelengkapan sekunder tetap ada kemungkinan mengimpor. Bisa karena kekurangan karena jumlah penduduk besar atau faktor kesulitan geografis.
Misalnya, produksi sagu merupakan hasil dari beberapa daerah di Indonesia bagian timur. Masyarakat yang ada di bagian barat sekali waktu memerlukan sagu. Karena pertimbangan cost biaya sangat tinggi jika membeli dari Indonesia Timur, masyarakat yang berada di Indonesia bagian barat mengimpor dari negara tetangga. Sebuah contoh sangat teknis dan sederhana.
Jadi di luar kondisi ketersediaan kebutuhan impor juga dilakukan karena faktor pertimbangan geografis. Dan secara faktual di dunia praktis tak ada sebuah negara yang dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sendiri.
Pengelolaan potensi alam misalnya juga membuat sebuah negara mengimpor alat-alat pengelolanya. Memiliki potensi alam namun perkembangan teknologi belum memadai sehingga perlu impor.
Presiden Jokowi dalam debat Pilpres kedua memberikan penjelasan variabel lain tentang kondisi negara yang terpaksa impor beras. Untuk menjaga kestabilan harga beras serta ketersediaan cadangan misalnya Indonesia terpaksa perlu mengimpor beras dalam jumlah minimal. Di sini variabel impor bertujuan menjaga keseimbangan harga beras di pasar agar tak mencekik leher. Impor juga diatur waktunya tidak dilakukan saat petani panen.
Dari pemaparan sederhana di atas mustahil negara apapun di dunia ini sama sekali tidak melakukan impor. Demikian pula hampir mustahil sebuah negara walau kecil tidak mengekspor. Karena itu siapapun yang berteriak negeri ini tidak akan mengimpor bisa dianggap sebagai kebohongan publik. Pernyataan itu tidak lebih dari retorika omong kosong yang mustahil dilakukan negara apapun di dunia ini.
Yang realistis adalah pernyataan membatasi impor dan menaikkan ekspor. Mengatur dan membatasi serta mengurangi ketergantungan impor berlebihan dengan memaksimalkan potensi kemampuan dalam negeri. Impor hanya dilakukan jika benar-benar tak ada atau negeri ini memang belum mampu.
Namun ketika proses impor terpaksa dilakukan negara ini harus terus berupaya seoptimal mungkin mengatasi sendiri agar ketergantungan pada impor terhenti atau setidaknya berkurang.
Ekspor impor secara mendasar merupakan realitas kehidupan antar negara. Para agamawan menyebut sebagai sunnatullah yang menggambarkan perlunya relasi antar negara melalui hubungan perdagangan untuk saling memberi dan menerima.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI