Oleh: MH. Said Abdullah*
Sekitar seribu purnawiran TNI/Polri yang mendeklarasikan mendukung Jokowi sebagai Presiden RI untuk periode kedua tahun 2019-2024 beberapa waktu lalu, cukup menarik dicermati. Penegasan deklarasi dukungan yang dipimpin dan dibacakan oleh Laksamana TNI (Purn) Arief Koeshariadi memberikan nuansa spesial dalam dinamika politik nasional.
Dalam perhelatan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di negeri ini, sangat jarang para purnawirawan TNI/Polri berkumpul dalam jumlah relatif besar lalu bersikap terbuka memberikan dukungan kepada salah satu kandidat. Persambungan bersifat psikologi karena secara normatif TNI/Polri memang harus netral menjadi pertimbangan mengapa mantan korp baju hijau itu, selama ini lebih banyak bersikap hati-hati. Karena itu walau sudah purnawirawan dan kembali sebagai rakyat biasa, selalu menarik jika para pengawal pertahanan dan keamanan itu menegaskan dukungan kepada salah satu kandidat dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden mendatang.
Sebagai mantan pengawal pertahanan dan keamanan NKRI sangat terasa nuansa semangat terpanggil menegaskan sikap terbaik bagi kepentingan negeri ini. Jam terbang sebagai pengawal negeri ini agaknya mencium aroma kurang baik –untuk tidak menyebut berbahaya- bagi kelangsungan kehidupan NKRI sehingga para purnawirawan itu merasa perlu lebih memperlihatkan keberpihakan yang dianggap dapat menjaga kedamaian dan kelangsungan NKRI.
Para purnawiran itu agaknya merasa bahwa belakangan ini berbagai lontaran pernyataan politik telah terlalu jauh sehingga dikhawatirkan dapat memantik pertentangan antar potensi masyarakat serta menimbulkan berbagai kegelisahan bermuatan pesimisme. Retorika Indonesia bubar pada tahun 2030, Indonesia punah, angka kemiskinan mencapai 99 persen sedikit contoh retorika yang bisa jadi menggelisahkan para purnawirawan yang selama ini mengawal dan menjaga pertahanan serta keamanan NKRI.
Kewaspadaan melalui proses pengamatan, analisa dan kajian memang penting untuk menjaga keutuhan NKRI. Namun kewaspadaan seharusnya menegaskan optimisme dan membangkitkan kesadaran bekerja keras. Bukan bersifat sebaliknya dengan menebarkan ketakutan, kekhawatiran yang dapat menyebarkan pesimisme di tengah masyarakat.
Seharusnya memang, betapapun beratnya persoalan dan tantangan terbentang di depan mata, yang dikembangkan adalah upaya membangkitkan kerja keras bukan justru sebaliknya menebar ketakutan sehingga memunculkan pesimisme. Seberat apapun tantangan terbentang di depan mata harus dihadapi berbekal semangat keberanian dan optimisme serta keyakinan tinggi. Demikianlah seharusnya bangsa dan rakyat Indonesia menghadapi tantangan masa depan.
Para purnawirawan yang telah mengenyam asam garam dalam pengabdian membela NKRI menilai bahwa di tengah serbuan lontaran pesimisme untuk sekedar konsumsi politik Presiden Jokowi justru memperlihatkan sikap sebaliknya yaitu membangkitkan optimisme tinggi disertai semangat kerja keras luar biasa. Pada diri Jokowi terlihat kesungguhan dan semangat kepemimpinan untuk membawa negeri ini menjadi lebih baik.
“Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang bisa jadi teladan, bersih, jujur, merakyat, kerja nyata dan memiliki komitmen kuat membangun kesejahteraan rakyat. Ada semangat optimisme kerja nyata pada Jokowi selama empat ahun ini,” tegas Laksamana TNI Arief Koeshariadi.
Para tokoh yang telah mengabdi mengawal negeri ini selama bertahun-tahun agaknya menyadari dan memahami bahwa kepemimpinan terbaik harus mampu membangkitkan optimisme serta keyakinan mewujudkan kehidupan lebih baik. Bukan yang sekedar mampu menebar ketakutan dan pesimisme bahwa Indonesia akan bubar dan punah.
*Wakil Ketua Banggar DPR RI