SAMPANG, koranmadura.com – Sebanyak 224 warga Syiah asal Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur yang mengungsi di Rusunawa Jemundo, Sidorjo, akibat konflik sosial tidak lagi utuh menerima sebanyak lima surat suara untuk menyalurkan hak pilihnya pada Pemilu 2019, sebagaimana pemilih pada umumnya.
Namun demikian, Divisi Data dan informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sampang, Addy Imansyah, menegaskan, hal tersebut tidak berarti KPU telah menghilangkan hak konstitusi atau hak pilih warga Syiah Sampang di Jemundo, Sidoarjo.
Menurutnya, warga Syiah Sampang yang sudah melakukan pindah pilih ke wilayah Sidoarjo tetap mempunyai hak konstitusional untuk memilih. Hanya saja dibatasi (tidak mutlak).
“Hak pilih warga Syiah tetap ada, cuma karena sekarang sudah pindah domisili meski kepindahannya tidak diinginkan, hak pilihnya dibatasi pada surat suara Pilpres dan DPD RI. Pembatasan itu juga diperkenankan dalam UUD 1945 sesuai perundang-undangan dan norma masyarakat. UUD 1945 tidak bisa ditafsirkan secara parsial, tapi harus secara sistematis. Artinya KPU Sampang tidak bisa memberikan surat suara full lima kepada warga Syiah karena dibatasi oleh UUD, jadi bukan kami yang membatasinya,” jelasnya.
Menurutnya, pada Pemilu yang akan digelar 17 April mendatang, tidak lagi ada Tempat Pemungutan Suara (TPS) khusus, melainkan hanya ada mekanisme pindah pilih (DPTb) yang daerah kepindahannya berada di luar Dapil XI dan XIV.
“Sehingga untuk memastikan warga kami tetap punya hak pilih, kami berkoordinasikan dengan KPU Sidoarjo. Sesuai aturan yang ada warga kami hanya mendapat dua surat suara yakni Pilpres dan DPD RI. Jadi, sekali lagi, tidak benar jika KPU Sampang merampas hak kontitusi warga Syiah di Jemundo dan melanggar konstitusi,” tegasnya.
Untuk diketahui, ratusan warga Syiah asal Sampang yang masuk dalam dalam daftar pemilih tersebut terbagi dalam dua bagian yaitu sebanyak 102 pemilih asal Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben dan 122 pemilih Asal Desa Blu’uran, Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang. (MUKHLIS/FAT/DIK)