SUMENEP, koranmadura.com – Polemik proses rekrutmen Komisi Informasi (KI) di Kabupaten Sumenep, Madura terus berlanjut. Bahkan kasus tersebut kini ditangani Komisi Informasi (KI) Provinsi Jawa Timur.
Dalam persidangan, terungkap DPRD Sumenep selaku tergugat tidak bisa menunjukan permohonan penggugat, yakni nilai peserta dan video saat pelaksanaan fit and proper tes yang dilakukan oleh Komisi I DPRD Sumenep 2017 lalu.
Dalam persidangan, DPRD Sumenep hanya menunjukan hasil voting di internal komisi. Perkara itu digugat oleh Herman Wahyudi, warga Karanganyar, Kecamatan Kalianget.
Padahal, dalam surat putusan media KI Jatim Nomor 61/V/KI.Prov.Jatim.Ps-A-M/2018, memerintahkan keduanya untuk memenuhi kewajibannya. Terlapor memenuhi permintaan nilai hasil uji kelayakan dan video.
“Selama persidangan selesai tidak ada nilai yang diberikan apalagi ditunjukkan kepada kami, termasuk video juga tidak diberikan,” kata Herman Wahyudi, selaku pelapor.
Menurutnya, dirinya akan diberikan daftar hasil voting dan contreng pemilihan di komisi pimpinan Hamid Ali Munir ini. “Saya saat melapor hanya meminta nilai dan video. Namun, tidak ada nilai yang ditunjukkan. Jadi, sangat aneh,” jelasnya.
Warga Karanganyar, Kalianget ini mengungkapkan pelaksanaan proses rekrutmen ini memang bermasalah. Sehingga, wajar jika banyak pihak mempertanyakan adanya kejanggalam dalam rekruitmen ini.
“Jika tidak ada nilai, maka jelas ini melanggar Perki Nomor 4, di mana fit and proper tes itu harus ada nilai,” jelasnya.
Bagaimana dengan nilai yang muncul belakangan? Pihaknya menduga jika nilai muncul setelah gugatan ke KI. Sebab, saat sidang tidak pernah ada nilai ditunjukkan. “Ya, kami menduga ini jelas sebuah pelanggaran dan cacat hukum dalam prosesnya,” tuturnya.
Kuasa Hukum Ketua DPRD Sumenep Ach Novel membenarkan jika permintaan nilai tidak dipenuhi saat sidang sengketa informasi di KI. Jika tidak ada nilai, maka itu melanggar Perki.
“Terungkap, proses fit and proper tes ini memang tidak sesuai Perki nomor 4. Ada aturan yang dilabrak,” katanya.
Menurutnya, pelaksanaan fit and proper tes itu harus menjadi catatan serius, biar dalam pelaksanaanya maksimal. Bahkan, pihaknya mengusulkan uji kelayakan itu dilakukan oleh orang profesional, semisal perguruan tinggi. “Sehingga, hasilnya kualified,” tukasnya.
Sebelumnya, diberitakan pelaksanan fit and proper tes komisioner KI diduga cacat hukum. Karena dinilai perki nomor 4, salah satunya tidak ada nilai. (JUNAIDI/SOE/DIK)