SURABAYA, koranmadura.com – Asisten Divisi Kerjasama Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Jawa Timur, Abdul Rosyid, melaporkan tirto.id ke Kepolisian Daerah (Polda) Jatim, Senin, 18 Maret 2019. Laporan salah satu lembaga di bawah NU itu melapirkan tirto.id dengan tuduhan melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam laporan yang disampaikan Abdul Rosyid, ke Sub Direktorat Siber Crime Polda Jatim itu, dinyatakan, tirto.id, melalui akun @tirtoid, telah melakukan tindakan yang mengandung ujaran kebencian dan fitnah terhadap NU dan calon wakil presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin.
“Yang dilakukan oleh tirto.id dengan akun twitter @tirtoid, merupakan ujaran kebencian dan fitnah,” kata Rosyid.
Tirto, jelas Rasyid, mengunggah di akun twiter tersebut meme bergambar Ma’ruf Amin dan cawapres 02 Sandiaga Uno, dengan sebuah kutipan keduanya saat debat cawapres, Minggu 17 Maret 2019.
Sandiaga Uno mengatakan akan hapuskan UN, lalu sosok Pak Tirto, di akun itu, dengan gaya memenya mengatakan “Eh kirain hapus NU”.
“Kemudian, Ma’ruf Amin mengatakan…. zina bisa dilegalisir, Pak Tirto menjawab ok ges jangan lupa ke depannya sedia kondom dan cap tiga jari yes,” kata Rasyid menjelaskan isi unggahan di akun tirto.id.
Cuitan tersebut, menurut dia, merupakan pelecehan terhadap nama baik KH Ma’ruf Amin dan juga institusi NU. Meski hal itu bersifat candaan, tapi bagi Rosyid, isinya terkesan melecehkan.
Rosyid menyatakan sengaja tidak menggunakan UU Pers dalam laporannya fan menggunakan UU ITE, karena sifat cuitan tirto bukan berita melainkan meme yang mengandung unsur kebencian.
Komandan Satkorwil Banser Jatim, Yunianto Wahyudi Masteng, mengatakan secara kelembagaan, Banser Jatim akan meminta Dewan Pers agar memfasilitasi kedua lembaga tersebut untuk bertemu.
“Sementara yang berkaitan dengan laporan ke Polisi, merupakan reaksi pribadi Saudara Abdul Rosid, dan bukan sikap Banser,” kayanya.
Sementara itu, tirto.id melalui keterangan tertulisnya telah melakukan klarifikasi dan meminta maaf. Berikut isi keterangan pers yang ditandatangani Sapto Anghoro, Pemimpin Refaksi tirto.id, tersebut:
“Berkaitan dengan ramainya informasi seputar meme di sosial media terkait debat Cawapres 2019 yang pernah dirilis oleh Tirto.id, dengan ini redaksi menyampaikan siaran pers, sebagaimana berikut:
Kami melakukan kesalahan fatal: secara gegabah memotong sebuah kalimat.
Penggalan kalimat “zina [bisa] dilegalisir” diucapkan Maruf Amin sebagai salah satu contoh hoaks yang diarahkan kepada pasangan Jokowi-Maruf (selain azan dilarang dan Kementerian Agama dibubarkan). Penggalan kalimat itu sebenarnya didahului oleh pernyataan (1) pentingnya memerangi hoaks karena membahayakan tatanan bangsa dan dilanjutkan dengan pernyataan (2) bahwa Maruf Amin bersumpah akan melawan semua usaha untuk merealisasikan hoaks-hoaks itu.
Begini kalimat utuhnya: “Kami juga mengajak kita semua untuk melawan dan memerangi hoaks. Karena hoaks merusak tatanan bangsa indonesia. Melawan dan memerangi fitnah, seperti kalau Jokowi terpilih kementerian agama dibubarkan, kementerian agama dilarang, azan dilarang, zina dilegalisir. Saya bersumpah demi Allah, selama hidup saya akan saya lawan upaya-upaya untuk melakukan itu semua.
Namun karena pernyataan sebelum dan setelahnya dipotong, dan yang dikutip hanya soal zina bisa dilegalisir, maka konteks klarifikasi yang sedang dilakukan Maruf menjadi raib. Bukan hanya itu, penggalan kalimat “zina [bisa] dilegalisir” yang dihadirkan secara visual dalam bentuk meme bahkan seolah-olah menjadi pernyataan Ma’ruf Amin.
Begitu redaksi menyadari konten tersebut sudah naik di akun twitter @tirtoid, redaksi memutuskan untuk menghapusnya. Masih pada malam yang sama, tim multimedia segera membuat revisi meme dengan mencantumkan konteks pernyataan Maruf Amin menjadi “Kami juga mengajak kita semua melawan dan memerangi hoaks, fitnah […] seperti zina dilegalisir”.
Revisi meme itu dibagikan di akun @tirtoid disertai permohonan maaf yang tepatnya berbunyi: “Visual ini memperbaiki kekeliruan sebelumnya yang memotong konteks ucapan Maruf Amin yang hendak mengklarifikasi hoaks. Tirto meminta maaf atas kekeliruan tersebut.”
Untuk keteledoran fatal memenggal pernyataan itu, kami meminta maaf terutama kepada pasangan Capres-Cawapres 01 Jokowi-Maruf Amin, terutama kepada Maruf Amin sebagai yang paling dirugikan, termasuk juga kepada Tim Kampanye Nasional (TKN) dan para pendukung pasangan 01, dan juga kepada publik.
Hal serupa juga terjadi dalam meme lain yang mengomentari pernyataan Sandiaga Uno. Janji Sandiaga Uno, “Kami akan hapuskan UN”, divisualkan dalam bentuk meme sembari dikomentari dengan kalimat: “Eh…? Kirain apus NU”.
Komentar itu bukan hanya tidak perlu, melainkan juga insensitif dengan peran NU dalam konteks sosial di Indonesia. Kami meminta maaf terutama kepada nahdliyin dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Kami masih meyakini, mengutip artikel Nahdlatul Ulama Didirikan untuk Membendung Puritanisme Agama yang kami tayangkan pada 31 Januari 2018, “Sampai hari ini NU tetap konsisten menyerukan persaudaraan nasional antara rakyat Indonesia dari agama yang berbeda-beda (ukhuwah wathaniyah) dan membawa kaum ulama memperjuangkan kedamaian. Itulah salah satu peran terbesar NU.”
Seluruh konten visual, baik itu infografik di dalam artikel maupun yang dibagikan di kanal media sosial, menjadi tanggungjawab redaksi. Yang telah terjadi menjadi pelajaran berharga untuk semakin memperketat lagi mekanisme gate-keeping bukan hanya di dalam artikel-artikel yang tayang, melainkan juga di kanal media sosial. Selama ini, konten media sosial, misalnya di Instagram, selalu melewati persetujuan redaksi, namun kali ini mekanisme gate-keeping ini gagal bekerja secara optimal.
Sekali lagi: kami meminta maaf kepada semua pihak yang merasa dirugikan, juga kepada para pembaca sekalian. Mekanisme internal sedang dilakukan untuk memperbaiki dan menindaklanjuti kesalahan fatal ini. (G. Mujtaba/DIK/VEM)