SUMENEP, koranmadura.com – Seorang pemuda di Kecamatan Gapura, Sumenep, Madura, Jawa Timur, akhirnya menyatakan permohonan maaf secara terbuka setelah menulis komentar di media sosial Facebook yang bernada menghina Cawapres nomor urut 01 yang sekaligus ulama NU, KH. Ma’ruf Amin.
Pernyataan permohonan maaf itu disampaikan di hadapan pengurus MWC NU Gapura kemarin, Kamis, 4 April 2019. Di momen tersebut, pemuda yang diketahui berinisial SA, warga Desa Gersik Putih, Gapura, ini menyatakan tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Permohonan maaf ini disampaikan kepada yang mulia KH. Ma’ruf Amin, ulama-ulama NU, pengurus NU, dan badan otonom NU di semua tingkatan serta umat Islam Indonesia,” demikian salah satu poin dalam penyataan yang bersangkutan, Kamis, 4 April 2019.
Pernyataan permohonan maaf SA itu disaksikan di antaranya oleh Wakil Rois MWC NU Gapura, Sekretaris MWC NU Gapura, Ketua Pagarnusa PAC Gapura, mertua serta istri yang bersangkutan.
Wakil Ketua Pengurus MWC NU Gapura, Fathol Bari menuturkan, komentar SA yang menghina KH. Ma’ruf Amin itu ditulis pada Selasa, 2 April 2019, lalu. Sebelum menyatakan permohonan maaf di hadapan para petinggi MWC NU Gapura, SA juga menyampaikan permohonan maaf di media sosial Facebook. Namun menggunakan akun berbeda.
Menurut Fathol Bari, pengurus MWC NU Gapura sebelumnya juga sempat ingin melaporkan SA ke Polres Sumenep atas komentarnya yang menghina mantan Rais ‘Aam PBNU tersebut. Tapi diurungkan karena yang bersangkutan siap menyatakan permohonan maaf.
“Ke depan kami berharap tidak ada lagi penghinaan atau penistaan oleh siapapun kepada siapapun. Terutama kepada dua pasangan Capres-Cawapres jelang Pemilu 2019. Termasuk kepada tokoh-tokoh nasional. Apalagi kepada ulama,” ujar Fathol Bari, Jumat, 5 April 2019.
Menurutnya, dalam menyikapi Pemilu masyarakat Indonesia sudah seharusnya lebih dewasa. Pemilu jangan sampai membuat persatuan dan kesatuan bangsa porak poranda. Rasa persaudaraan harus tetap dijunjung tinggi.
“Kalaupun ternyata masih ada kejadian seperti ini, penyelesaiannya harus tetap secara damai. Tidak boleh sampai diselesaikan dengan cara kekerasan. Kalau tidak bisa selesai secara kekeluargaan, serahkan saja kepada hukum,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/ROS/DIK)