KORANMADURA.com – Sebuah lubang raksasa kembali muncul di area pesawahan warga di Kampung Legoknyenang, RT 5 RW 2, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Warga takut karena kondisi lubang terus membesar, getaran juga masih terasa hingga Minggu (28/4) siang.
Peristiwa serupa juga pernah terjadi pada September 2018 silam, saat itu dua lubang yang sama muncul bersamaan. Gua coblong atau aliran air menjadi penyebab lubang-lubang tersebut.
Lubang baru ini jaraknya sekitar empat meter dari lubang terdahulu. “Sekitar jam 04.00 WIB, terdengar ada suara gemuruh lalu dentuman. Saya sudah tebak pasti ada lubang lagi, saya mikir awalnya yang kemarin membesar, ternyata ada lubang baru,” kata Cece Sudirman (50) warga setempat kepada detikcom di lokasi, Minggu (28/4/2019).
Begitu gemuruh, sebagian listrik warga langsung mati. Warga kemudian berhamburan keluar memeriksa kondisi lubang. Benar saja lubang baru kembali terbentuk dengan ukuran lebih besar.
“Diameter kurang lebih 16 meter dengan kedalaman 12 meteran. Kondisinya sudah mengancam gang jalan desa,” ucap Cece.
Getaran dan tanah ambrol masih dirasakan awak media dan warga yang ingin melihat lubang raksasa tersebut dari jarak dekat. Polisi sudah ke lokasi untuk memasang garis pengaman di pinggir lubang.
Beberapa warga terlihat rutin memeriksa kondisi lubang berkedalaman 12 meter dan lebar 16 meter ini yang terus menganga. Selain itu, di bagian depan gang menuju akses sawah itu terpasang batu dan tulisan ‘Waspada Longsor’.
“Sampai sekarang lubangnya masih ambrol sedikit-sedikit, kami takut terus membesar. Jarak ke rumah saya sekitar enam meteran lagi. Jalan gang depan juga pasti kena karena masih ada getaran,” kata Cece Sudirman (50), warga setempat, kepada detikcom, Minggu (28/4/2019).
Wajar Cece dan sebagian warga lainnya merasa waswas, sebab setiap ada bunyi gemuruh, getarannya membuat kaca dan dinding rumah berderak. Menurutnya terasa seperti gempa bumi.
“Kaca dan dinding juga bergetar begitu tanah ambrol, mungkin karena jarak rumah saya yang lebih dekat dengan lubang,” tutur Cece.
Pantauan detikcom, antara lubang dengan jalan gang hanya berjarak sekitar 1,5 meter. Dinding tanah di dalam lubang terlihat retak dan terus ambrol ke dasar. Aliran air atau yang biasa disebut ‘coblong’ terus mengalir deras menggerus dinding tanah di tepian lubang.
Sisa-sisa lumpur menggenang menuju ke arah mulut gua yang diduga menjadi penyebab lubang raksasa tersebut. Sekadar diketahui, pada September 2018, lubang serupa muncul diakibatkan adanya gua aliran air yang berada di dalam tanah.
“Pintu gua sampai jam 06.00 WIB tadi masih terlihat. Makin siang, karena terkena ambrolan tanah dari atas, akhirnya tertutup. Meski pun tertutup, intensitas dari air bekas hujan semalam terus membludak dari sela bekas lubang gua,” ujar Cece.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMG) buka suara soal lubang raksasa yang kembali muncul di area sawah milik warga, Kampung Legoknyenang, RT 5 RW 2, Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penyebabnya diprediksi hampir sama dengan lubang besar pada September 2018.
Lubang kali ini terbentuk tak jauh dari lokasi terdahulu. Namun diameter dan lebarnya lebih besar dengan kedalaman sekitar 12 meter.
“Tanah itu saluran air (sungai) di bawah. Sama aja kayak yang kemarin. Masih jalur yang sama. Bukan karena lubang karst, bukan. Karena ada saluran lama saja,” kata Kepala Sub Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat PVMBG Sumaryono via telepon, Minggu (28/4/2019).
Menurutnya, lubang raksasa itu terbentuk akibat lapisan tanah tergerus debit saluran air yang melimpah. Mengingat lokasi lubang baru ini masih di area sawah yang sama dengan lubang terdahulu.
“Jadi wajar kalo debitnya melimpah pasti akan erosi, wajar sih,” ucap Sumaryono menjelaskan.
Dia menjelaskan gemuruh yang terjadi saat lubang itu terbentuk merupakan hal wajar. Tanah ambles biasanya menimbulkan suara gemuruh.
Meski begitu, ia meminta warga sekitar tetap waspada. Terutama kepada warga yang tinggal di wilayah-wilayah di bawah lereng-lereng perbukitan.
“Artinya kalau di bawahnya enggak ada daerah pemukiman, enggak masalah. Kalau ada pemukiman, (tanah) berlereng ya waspada aja dulu. Biasanya kalau mau longsor ada retakan dulu. Kalau sebelum ada retakan enggak masalah,” ujar Sumaryono. (detik.com/ROS/VEM)