SAMPANG, koranmadura.com – Beberapa waktu lalu, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur menerima Penghargaan Pembangunan Daerah (PDD) dari Provinsi Jawa Timur 2019. Sampang dinobatkan menjadi nomor dua dalam penghargaan ini.
Namun, di saat penghargaan diterima, ternyata kabupaten yang dikenal dengan sebutan Kota Bahari itu tak selaras dengan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Buktinya, di Sampang masih ada beberapa warga yang hidup nelangsa. Bahkan tidak punya tempat tinggal.
Seperti yang dialami Nurhayati (65), warga Kampung Bedhue’, Dusun Melaka, Desa Komis, Kecamatan Kedungdung. Lansia berstatus janda yang berprofesi sebagai pemulung ini sudah tidak punya tempat tinggal lantaran rumahnya roboh dihantam hujan lebat beberapa waktu lalu.
Nur, sapaan akrab Nurhayati menceritakan, rumahnya roboh pada Kamis, 4 April 2019. Kala itu sedang turun hujan lebat meski tak disertai angin kencang. Sekitar pukul 02.00 WIB dini hari, usai melaksanakan ibadah tengah malam, dirinya beranjak ingin tidur. Selang beberapa saat kemudian, dirinya mendengar teriakan tetangga.
“Saat itu hujan lebat, saya mau terlelap tidur. Tapi tiba-tiba ada tetangga teriak-teriak dan terdengar rumah saya mau roboh. Akhirnya saya lari keluar dan seketika itupula rumah saya langsung roboh. Jika waktu itu saya langsung tidur dan tidak mendengar teriakan tetangga, mungkin saya sudah mati tertimpa material rumah,” ujarnya bersyukur sambil mengelus dada, Selasa, 9 April 2019.
Ibu Nur mengaku, bangunan rumah dengan dua kamar yang terletak di pinggir jalan Raya Desa Komis tersebut ditempati bersama saudara laki-lakinya yang sampai berusia lansia belum juga menikah. Selain itu, dirinya menyatakan bahwa rumah semi permanen yang ditempatinya itu masih berumur dua tahun semenjak dilakukan pembangunan.
“Dua tahun lalu yang dibangun, saat itu dibantu tentara karena saya tidak punya suami. Saya hanya tinggal sama saudara yang sampai sekarang tidak mau beristri meski sudah tua,” ucapnya.
Dalam kesehariannya, Ibu Nur hanya mengandalkan penjualan hasil jerih payahnya mengumpilkan plastik bekas di jalanan. Bahkan untuk mencari penghasilan lebih, dirinya mengaku hasil penjualan plastik bekas dibuat modal dengan maksud menjajal jualan gorengan meskipun gali lubang tutup lubang.
“Saya coba jualan gorengan pisang dan ketela lalu dijual keliling ke tetangga, tapi selalu rugi,” tuturnya.
Divisi Hukum dan Advokasi Jaringan Kawal Jawa Timur (Jaka Jatim) Koorda Sampang, Moh Hakim menanggapinya dengan penuh keprihatinan mengingat saat ini Pemkab Sampang mendapat penghargaan PDD dari pemerintah Provinsi Jatim. Namun, melihat kondisi di bawah, malah tidak selaras dengan penghargaan itu.
“Di tengah euforia pemkab yang mendapat penghargaan, malah kondisi di bawah memprihatinkan. Hasil dari kilas tanya kepada Ibu Nurhayati, bangunan itu mungkin dari RTLH. Tapi yang disayangkan ketika kami lihat material yang roboh, gentengnya terlihat kusut layaknya berumur puluhan tahun, ditambah lagi batu bata yang dibuat pondasi seperti tak bersemen, hanya berupa campuran seperti sirtu,” katanya dengan penuh prihatin.
Pihaknya berharap, pihak pemerintah membuka mata melihat situasi di bawah. Sebab dengan robohnya rumah semi permanen, membuat Ibu Nur hanya bisa tidur di langgar layaknya gubuk.
“Makan pun sekarang dibantu tetangganya, memang ada saudaranya tapi semuanya juga tidak punya apa-apa. Sebelah langgar juga ada rumah milik saudaranya, tapi kuncinya dibawa merantau ke Jakarta, ya sama saja dia tidak punya apa-apa,” ungkapnya. (MUHLIS/SOE/DIK)