MH. Said Abdullah
“Kalau nanti terjadi kecurangan, kita nggak akan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Nggak ada gunannya, tapi kita people power, people power sah,” kata Amien di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/3/2019).
Amien lebih jauh mengatakan akan menggerakkan massa secara demokratis. Dia menjamin tidak ada kekerasan bila nantinya massa memprotes keputusan KPU.
Rentetan kalimat panas itu tentu saja membuat mereka yang berpikir sehat merasa heran. Bukan hanya melihat siapa sosok yang mengatakan tetapi menyangkut situasi kondisi dan negeri ini yang menghadapi proses pemilu.
Sebagai Mantan Ketua MPR, sebuah lembaga konstitusional, rasanya kurang arif melontarkan pernyataan yang jauh dari semangat melaksanakan perundang-undangan. Menggerakkan people power sebagai ekspresi ketakpuasan terhadap hasil pemilu sangat jelas melabrak mekanisme proses pemilu yang diatur UU.
Dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu secara tegas diatur ketakpuasan terhadap keputusan KPU dalam perolehan suara dapat mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi. Melalui lembaga itulah sengketa terhadap hasil pemilu diselesaikan secara hukum. Sementara terkait pelaksanaan pemilu dapat mengajukan gugatan atau laporan kepada Bawaslu.
Sejak MK berdiri berbagai sengketa pemilu telah diputuskan yang praktis hampir diterima semua pihak yang bersengketa. Lembaga MK sejauh ini dengan segala kekurangan mampu menjadi pintu penyelesaian berbagai sengketa pemilu baik pemilu legislatif, pemilu presiden dan wakil presiden maupun pemilu kepala dan wakil kepala daerah.
Karena itu rasanya terasa janggal ketika muncul upaya mendelegitimasi MK. Menebarkan ketakpercayaan dengan pernyataan untuk mengabaikan lembaga yang sudah terbukti mampu menyelesaikan berbagai sengketa pemilu itu.
Apa yang dilontarkan Ketua Dewan Pembina Partai Amanat Nasional (PAN) itu terlihat sekali seperti bagian menebarkan ketakpercayaan kepada lembaga negara yang terkait dengan pelaksanaan pemilu. Sebelumnya M. Amien sangat jelas menebarkan opini ke tengah masyarakat yang bernuansa menggerogoti ketakpercayaan kepada KPU.
Sebagai Mantan Ketua MPR, lembaga konstitusional di negeri ini, Amien Rais seharusnya lebih mendorong masyarakat luas untuk tertib hukum, menggunakan jalur hukum dalam proses menyelesaikan persoalan apapun di negeri ini. Bukan justru menyeret masyarakat menggunakan cara-cara politik jalanan.
Proses demokrasi di negeri ini dengan segala kekurangannya yang terus perlu diperbaiki, sudah berjalan relatif baik. Dinamika keaktifan masyarakat yang makin dewasa dalam berdemokrasi selayaknya terus diupayakan menjadi lebih baik melalui upaya seluruh bagiannya terutama mendorong ketaatan menjalankan perundang-undangan serta mengoptimalkan jalur hukum bila ada ketakpuasaan dalam pelaksanaan demokrasi.
Sangat arif ketika Presiden Jokowi mengingatkan agar Pemilu 2019 yang merupakan pesta demokrasi perlu dihindari hal-hal yang mengarah pada upaya menakut-nakuti rakyat. “Jangan ginilah. Jangan menekan dengan cara menakut-nakuti rakyat, pemerintah. Semuanya ada mekanismenya. Ada UU-nya, ada aturan hukumnya. Mekanismenya kan itu. Ini pesta demokrasi. Harusnya senang gembira. Jangan menakut-nakuti orang yang sedang gembira,” kata Jokowi di Sorong, Selasa (2/3/2019).
Terasa ironis memang, ketika rakyat luas justru makin dewasa segelintir elit bertingkah sebaliknya. Sebagian elit agaknya perlu belajar berdemokrasi kepada rakyat, yang terlihat justru makin dewasa.