MH. Said Abdullah
Pelaksanaan kedaulatan rakyat di negeri ini masih sering diganggu perilaku jauh dari semangat kenegarawanan segelintir elite. Pemilu sebagai ekspresi riil kedaulatan rakyat belum sepenuhnya diapresiasi.
Instrumen demokrasi melalui pelaksanaan pemilu di negeri ini sebenarnya memperlihatkan dinamika relatif baik sebagai perwujudan kedaulatan rakyat. Kesadaran rakyat untuk memilih dan menerima hasil pilihan tergambar makin berkualitas. Sayangnya, proses dinamis itu masih diganggu nafsu berkuasa segelintir elite dengan berbagai provokasi menyesatkan sehingga sempat merebak berbagai tindak kekerasan atau kerusuhan.
Apa yang terjadi pada tanggal 22 Mei lalu memberi gambaran terbuka tentang posisi sebagian rakyat masih menjadi obyek kepentingan politik. Sebuah proses pematangan ketegangan berlangsung dengan tanpa rasa bersalah mengorbankan air mata dan darah rakyat.
Rentetan pernyataan M. Amien Rais menjadi contoh paling ekstrim tentang menjadikan rakyat sebagai obyek politik. Permainan retorika Amien Rais sangat jelas menempatkan rakyat seakan bola pingpong yang bisa dilempar ke kiri, ke kanan, lalu dibiarkan dipukul menggelinding.
Pernyataan M. Amien Rais bahwa people power enteng-entengan sungguh menyesakkan dada. Kalimat yang muncul tanpa rasa bersalah itu menafikan fakta-fakta akibat kerusuhan. Narasi panas yang selama ini dilemparkan seakan dibiarkan meluncur begitu saja, tanpa dipikirkan dampak dasyatnya: air mata dan darah rakyat menjadi korban.
Coba simak pernyataan Amien Rais pasca kerusuhan yang mengatakan bahwa polisi-polisi yang berbau PKI telah menembak umat Islam secara ugal-ugalan. Rentetan narasi panas itu terus meluncur deras tanpa mempedulikan korban kerusuhan telah berjatuhan.
Beruntung kewarasan masih menjadi sikap sebagian besar rakyat negeri ini sehingga tidak terprovokasi narasi panas Amien Rais. Hanya sebagian kecil saja yang terseret konsepsi tragis menjadikan rakyat sebagai tumbal demokrasi.
Sebagian besar rakyat, dari seluruh pendukung pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden masih menyadari tentang nilai kedamaian negeri ini. Karena itu provokasi M. Amien Rais dan kelompoknya hanya mampu memancing segelintir rakyat, yang tak menyadari telah dijadikan komoditas politik.
Namun demikian negeri ini perlu belajar dari kasus kerusuhan 22 Mei tentang bagaimana mengembangkan proses demokrasi. Bahwa demokrasi perlu didukung penguatan penegakan hukum agar dinamikanya berjalan baik tanpa perlu mengorbankan rakyat. Antara lain melalui tindakan hukum tanpa kompromi kepada siapapun yang telah menyeret rakyat terjerumus dalam aksi kerusuhan.
Mereka yang menjadi bagian rentetan pematangan situasi sehingga menimbulkan tindakan kerusuhan tidak boleh dibiarkan berkeliaran. Tindakan hukum kepada mereka merupakan bagian dari upaya agar proses pengembangan demokrasi tidak membuka ruang memposisikan rakyat sebagai obyek pemuas syahwat kekuasaan.
Seluruh rakyat yang berpikir sehat tentu tak ingin kejadian kerusuhan pasca pemilu terjadi lagi. Pemilu merupakan pesta demokrasi yang seperti ditegaskan Presiden Jokowi seharusnya penuh kegembiraan. Bukan justru menyisakan kepahitan penderitaan dan nestapa rakyat.
Karena itu kedaulatan rakyat yang diwujudkan dalam pilihan-pilihan dukungan dalam pelaksanaan pemilu harus mendapat perlindungan. Tentu diiringi pula ikhtiar terus menerus memperbaiki pelaksanaan pemilu agar makin menghasilkan kepemimpinan berkualitas. Itulah khakekat kedaulatan rakyat sesungguhnya.