By: Miqdad Husein
Memasuki ramadhan di tahun ini, ummat Islam diharapkan mendapat percikan embun dingin segar menyejukkan dan mencerahkan. Bukan hanya kesegaran spiritual layaknya peribadatan yang datang setiap tahun sekali itu. Kesegaran dan kedamaian pikiran sangat diharapkan pula lebih kuat lagi menyelusuf ke relung-relung kehidupan seluruh ummat Islam negeri ini setelah sekitar tujuh bulan berada dalam atmosfir pelaksanaan Pemilu 2019.
Tak bisa diingkari selama proses pelaksanaan Pemilu 2019 terutama Pilpres ummat Islam negeri ini sempat terbelah karena perbedaan dukungan. Keterbelahan bahkan terasa sangat aktif serta progresif dari masing-masing pendukung pasangan. Yang terjadi kemudian mengemukanya ekspresi emosional dalam wujud saling ledek, saling maki dan saling menghina serta berbagai ujaran kurang patut lainnya.
Pada tingkat lebih serius Pemilu 2019 sempat pula membuat sebagian ummat Islam terperangkap permainan fitnah, hoax dan ujaran kebencian dari orang-orang yang tak bertanggungjawab. Kesadaran melakukan tabayyun sebagai instrumen yang diajarkan alquran seperti terabaikan karena semangat mengikuti Pemilu 2019 lebih mengedepankan sikap emosional dan bukan rasional.
Fanatasime dan bukan keberpihakan wajar serta rasional yang gegap gempita mengemuka luar biasa selama pelaksanaan Pemilu 2019 terutama terkait Pilpres. Akibatnya kesadaran bersikap dan berpolitik tidak lagi berlandaskan nilai-nilai Alquran dan sunnah Rasulullah.
Sebagian ummat Islam negeri ini sepanjang pelaksanaan Pemilu 2019 seakan terlepas dari jati diri sebagai ummat Nabi Muhammad yang dikenal sangat santun, ramah dan penuh rasa cinta. Bahkan kepada sesama saudara seimanpun hanya karena perbedaan pilihan merebak saling memberikan stigma buruk. Lebih parah seakan perbedaan pilihan menyebabkan seseorang terpisah aqidahnya. Mereka yang berbeda pilihan kadang dianggap meninggalkan nilai-nilai Islam. Bukan hal aneh walau masih diam-diam merebak pula sikap takfiri, mengkafirkan orang lain hanya karena beda pilihan.
Merebaknya media sosial seakan menfasilitasi ekspresi sikap politik emosional yang tak sejalan nilai-nilai agama Islam. Media sosial yang seharusnya mempermudah silaturrahmi justru berubah fungsi menjadi media saling memaki. Bahkan menjadi alat efektif untuk menyebarkan fitnah, hoax, hinaan dan caci maki serta ujaran kebencian lainnya.
Karena dukungan bersifat emosional bukan hal luar biasa seseorang mudah terperangkap melakukan dosa besar massal ketika tanpa menyadari menyebarkan fitnah. Saat mendapat pesan yang sejalan kebencian dan kepentingan dukungan politiknya, seseorang kadang begitu bergairah menyebarkan tanpa terlebih dahulu melakukan tabayyun sebagaimana diajarakan alquran.
Ketersediaan media sosial yang tidak diimbangi kesiapan kesadaran kemanfaatan media sosial seperti menyirami bara api dengan minyak sehingga makin menyalakan ekspresi politik emosional. Ini berakibat atmosfir ‘informasi komunikasi’ kehilangan arah sehingga keterbelahan ummat Islam semakin lebar.
Di momen Ramadan ini ummat Islam harus belajar dari pengalaman pahit Pemilu 2019 yang telah menyebabkan silaturrahmi antar ummat Islam terputus, ketegangan berlebihan dan mengemukanya sikap berpolitik emosional. Ummat perlu merenungi kepahitan kehidupan politik selama proses Pemilu 2019 agar tak terulang lagi.
Jadikan ramadan tahun ini sebagai titik tolak mengembalikan kesadaran pada ajaran Islam bersemangat rahmatan lil alamin, yang membawa kedamaian dan kesejukan kepada seluruh ummat manusia, tanpa kecuali.
Syahrul mubarak. Marhaban ramadan. Ya Allah, jadikan ramadan tahun ini untuk meningkatkan keislaman agar kami mampu menaburkan keindahan ajaran Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini. Aamiin.