PAMEKASAN, koranmadura.com – Ratusan warga di kabupaten Pamekasan menggelar aksi solidaritas di depan kantor DPRD setempat, Jumat, 31 Mei 2019.
Herman, kordinator aksi mengatakan bahwa aksi tersebut ia gelar sebagai bentuk solidaritas untuk tragedi 21-22 Mei di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dalam aksi ini, warga menggelar orasi, tausiah, salat ghaib, dan penggalangan dana. Herman dalam orasinya mengajak umat Islam, khususnya warga Pamekasan, agar bersatu memperjuangkan keadilan.
“Kami mengajak kepada masyarakat untuk menegakkan keadilan, lawan kecurangan, lawan kezaliman. Jangan sampai negara ini hancur dikuasai orang asing, ayo jaga keutuhan Negara yang kita cintai ini,” teriaknya.
Turut hadir dalam aksi ini beberapa ulama asal kabupaten berjuluk Gerbang Salam tersebut.
Salah satu ulama yang hadir dan memberikan tausiyah adalah KH. Hakam Masduki, Pengasuh Pondok pesantren Candana, Pamekasan.
Pantauan koranmadura, selesai tausyiah dan orasi, para peserta aksi dipandu untuk membaca sholawat dan dilanjutkan dengan penggalanagan dana untuk korban tragedi 21 -22 Mei 2019 tersebut.
Untuk diketahui, pada tanggal 21-22 Mei 2019 lalu terjadi aksi demonstrasi di depan kantor Badan Pengawas Pemilu di Jakarta dan sempat diwarnai dengan kericuhan. Beberapa fasilitas umum di daerah tersebut mengalami kerusakan dan bahkan jatuh 8 korban jiwa dalam aksi menolak hasil rekapitulasi pilpres 2019 itu. Hingga saat ini, polisi dan Komnas HAM sedang melakukan penyelidikian intensif terkait penyebab kematian mereka.
Beberapa pihak menuding bahwa kematian mereka disebabkan oleh kekerasan dan penembakan yang dilakukan oleh pasukan dari kepolisian yang sedang mengamankan aksi tersebut. Namun hal itu dibantah oleh pihak kepolisian. “Kami tegaskan bahwa pasukan yang bertugas untuk mengamankan jalannya aksi tidak dibekali dengan peluru tajam,” terang Tito Karnavian, Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Pihak kepolisian bahkan menemukan beberapa fakta yang mengindikasikan adanya pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang membonceng aksi ini. Mereka sengaja ingin membuat kericuhan di tengah aksi 21-22 Mei dengan menembak salah satu peserta aksi sebagai martir untuk memancing kemarahan dan demo yang lebih besar lagi.
Dalam kasus ini, polisi telah menyita beberapa pucuk senjata ilegal yang diselundupkan dari Aceh berikut beberapa jaket anti peluru bertulis Polisi. Lain dari itu, polisi juga menangkap beberapa oknum yang diduga menjadi dalang kerusuhan dalam aksi dimaksud.
Dari keterangan para oknum yang tertangkap tersebut, polisi mengaku mendapat keterangan bahwa beberapa di antara mereka ditugaskan untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu orang pimpinan lembaga survei. Hingga saat ini polisi masih terus mendalami kasus ini untuk mengungkap aktor intelektual di balik kerusuhan 21-22 Mei di depan kantor Bawaslu, Jakarta. (SUDUR/BETH/DIK)