Aktivitas lebaran Idul Fitri 2019 mudik dan balik masyarakat Indonesia memasuki tahap akhir. Kegiatan mobilitas manusia terbesar di dunia itu tinggal menyisakan perjalanan balik sebagian kecil masyarakat yang biasanya relatif longgar profesi kerja kesehariannya.
Dibanding tahun sebelumnya aktivitas mudik dan balik tahun ini mengalami peningkatan kelancaran sangat signifikan. Pada kegiatan mudik praktis jarang terdengar pemberitaan kemacetan panjang dalam durasi waktu lama. Jika toh ada kemacetan bersifat insidentil karena faktor teknis temporer.
Arus balik sekalipun tidak selancar arus mudik juga relatif terhindar dari horor kemacetan panjang dan durasi waktu lama. Jika terjadi kemacetan seperti arus mudik, juga bersifat sesaat dan sangat kondisional. Penanganan arus mudik dan balik dari berbagai instansi pemerintah tahun ini berjalan jauh lebih baik sehingga praktis sedikit sekali pemberitaan keluh kesah dan berbagai cerita penuh nestapa dari masyarakat.
Kemacetan yang terjadi lebih banyak karena faktor situasional dengan lokasi relatif terdeteksi yaitu rest area. Misalnya pada waktu sholat sering terjadi penumpukan kendaraan sampai keluar mengambil bagian jalur tol sehingga mengganggu kelancaran perjalanan.
Dari kasus-kasus kemacetan memang terasa sekali disamping kesigapan aparat petugas juga dibutuhkan kesadaran dan pengertian masyarakat. Ketika membaca pemberitahuan penuhnya rest area masyarakat seharusnya tidak memaksakan diri agar tidak terjadi tumpahan kendaraan sampai mengambil sebagian areal jalan.
Di jalan arteri sempat terjadi kemacetan. Ini karena pemberlakuan one way di jalan tol yang tidak diantisipasi oleh pengguna jalan. Namun tingkat kemacetan lagi-lagi masih relatif teratasi.
Secara statistik jika mencermati catatan pelaksanaan arus mudik dan balik peningkatan perbaikan sangat signifikan. Angka kecelakaan misalnya dibanding tahun sebelumnya menurun sekitar 64 persen. Pemberitaanpun baik di media cetak, elektronik dan online hanya sesaat. Misalnya, disebutkan terjadi kemacetan jam 10.00 pagi, lalu satu dua jam kemudian ada pemberitaan kemacetan sudah terurai.
Kita perlu memberikan apresiasi kepada seluruh jajaran yang bertanggungjawab menangani arus mudik balik. Kerja keras dan pengabdian mereka sehingga mengorbankan diri tidak ikut berlebaran bersama keluarga telah memberikan kenyamanan kepada masyarakat yang mudik dan balik.
Di luar kesigapan petugas tentu paling mendasar adalah ketersediaan infrastruktur yang jauh makin baik. Langkah-langkah pemerintah yang terus menerus membangun infrastruktur terutama jalan tol benar-benar mampu memberikan pengaruh kemudahan dan kelancaran.
Tidak salah bila banyak kalangan masyarakat yang berpikir logis sempat memberikan komentar mengingatkan tentang nilai strategis pembangunan infrastruktur. Dengan bahasa kadang bernada canda masyarakat yang realistis itu ada yang mengatakan, “Ternyata mudik dan balik jadi enak karena pembangunan infrastruktur. Bermanfaat kan? Tapi, jangan dimakan ya.” Dan masih banyak komentar bernada canda lainnya.
Pengalaman mudik balik yang relatif menyenangkan ini tentu dalam skala nasional diharapkan makin menyadarkan masyarakat tentang nilai strategis pembangunan infrastruktur. Bukan hanya jalan tol dan jalan arteri, infrastruktur lain seperti bendungan, bandara, pelabuhan semua bernilai strategis untuk kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sekedar perbandingan, Negara Cina, sebelum menjadi raksasa ekonomi dunia sekarang ini, selama 10 tahun lebih membenahi insfrastruktur. Terkait perhatian pada bidang pertanian misalnya Cina saat ini memiliki sekitar 110 ribu bendungan. Bandingkan dengan Indonesia yang sebelum dilakukan upaya serius oleh pemerintah sekarang, hanya memiliki 65 bendungan. Sudah tentu sangat sulit berharap pertanian negeri ini mampu memenuhi kebutuhan sendiri apalagi untuk ekspor ke luar negeri.
Kadang dikembangkan logika menyesatkan menumbuhkan antipati terhadap pembangunan infrastruktur. Contoh paling sering diteriakkan bahwa pembangunan jalan tol misalnya, menyebabkan pedagang telur Brebes dan Batik Pekalongan kehilangan pasar karena masyarakat tidak lagi melewati dua daerah itu.
Pemikiran bernuansa sinis ini selintas terlihat logis. Kenyataannya sangat picik dan sempit. Benar memang berkurang masyarakat yang lewat Brebes dan Pekalongan. Namun pengusaha dari dua daerah itu, karena kemudahan infrastruktur, yang sebelumnya hanya menunggu pembeli kini dapat melakukan ekspansi mengirim produknya ke daerah lain. Masyarakat daerah lain, yang biasanya hanya sebulan bahkan setahun sekali membeli telur asin Brebes kini dapat setiap saat menikmati karena ketersediaan di daerahnya. Lagi-lagi karena kemudahan pengiriman produksi telur setelah infrastuktur terbangun menghubungkan berbagai daerah.
Masyarakat Jakarta dan lainnya, yang selama ini jarang menikmati buah lokal berkualitas dari Lampung misalnya, mulai merasakan perubahan perbaikan. Sebelumnya buah yang belum waktunya dipetik dipaksakan matang karena pertimbangan perjalanan panjang. Sekarang, kemudahan infrastruktur jauh memangkas waktu sehingga buah tidak khawatir lagi membusuk dalam perjalanan. Betapa makin nikmat buah dari kawasan Sumatra setelah nanti terbangun jembatan Merak-Bakauheni.
Sederhana sekali sebenarnya memahami nilai strategis pembangunan infrastruktur. Namun seringkali yang sederhana ini dibuat ruwet oleh sinisme dan ujaran nyinyir penuh kebencian. Arus mudik dan balik yang makin lancar karena ketersediaan infrastruktur diharapkan membuka lanskap pemikiran masyarakat negeri ini. [*]
*Wakil Ketua Banggar DPR RI